Di tengah keriuhan angin malam saat ini, aku ingin jujur padamu ya Allah, dalam hatiku kini sedang terjadi sebuah kegelisahan, kegelisahan yang sangat hebat. entah kenapa yang jelas sesuatu itu tertuju pada seseorang disana. meski ku tak tau dia siapa. meski ku tak tau apa yang harus kulakukan. ya Allah apa harus kurasakan semua ini? sesudah dulu, aku berharap semua itu cukup meski berujung kesedihan. tapi kali ini perasaan takut itu lebih besar, entah kenapa. tapi apakah semuanya hanya bisa kurasakan sebentar saja. karna ku ingat beberapa pekan lalu seperti ada energi masuk direlung hatiku, energi yang sangat besar untuk ku rasakan. tapi apakah cuman sebatas itu kau berikan padaku? apakah hanya cukup dengan sesuatu yang sedikit itu tanpa bisa ku merasakannya lebih lama lagi? ya Allah, apa yang akan kau tunjukan padaku setelah semua ini? masih dengan pertanyaan seperti itu. ya Allah, apakah setiap orang yang singgah di hidupku itu harus datang dan kemudian pergi lagi? kenapa seperti itu ya Allah. masih banyak yang tidak ku mengerti. masih banyak yang menjadi pertanyaan dalam benakku. aku tak ingin semuanya seperti ini. datang sebentar, kemudian pergi dan menyisakan rasa yang dalam teramat lama dalam ketidakpastian. aku ingin mengeluh lelah. namun sepertinya engkau tidak menyukainya. aku harus tegar seperti yang telah kau anjurkan ya Allah. namun kadang ketidak berdayaan hatiku yang selalu menyeret aku untuk tetap mengadu seperti itu. hanya engkau yang tau. apakah salah ketika aku ingin sesuatu hal yang menurut isi hatiku itulah pilihanku? seperti kebanyakan orang yang kadang bisa mengusahakannya. hatiku juga ingin seperti itu tentang cinta. aku tak selalu bisa untuk menerima seseorang yang tak sesuai dengan hatiku. seseorang yang hanya akan menyakiti hatiku. lantas bagaimana dengan seseorang yang telah kupilih? apakah itu juga lebih baik? entahlah.. kadang semuanya seperti teka teki bagiku. aku ingin melakukan sesuatu yang lebih, namun aku takut semua itu bukan sesuatu yang seharusnya aku lakukan. aku takut semua hanya sesuatu yang masih perlu pemikiran lebih. bukan semata-mata aku takut berbuat sesuatu, namun yang ku takutkan kalo aku harus Sedih lagi..
Sabtu, 12 Mei 2012
Jumat, 04 Mei 2012
Lebih dari segalanya
Di suasana pagi yang kian mengundang matahari, seorang hamba tersungkur malu dengan segala yang telah terjadi. jika dia bisa memilih, maka akan dia buat semua agenda yang akan menemaninya saat lewati semua yang ada. akan dia susun serapi dia bisa semua yang akan menjadi masa lampau ketika dia berdiri di hari ini yang penuh dengan cerita.
sesal, dengan segala yang tlah dia lakukan itu kian terhanyut dalam hati. menitikkan air mata pun mungkin tak akan mengganti percaya Allah padanya. dan saat dia sadar akan itu. hatinya seakan di sayat sembilu.
malu kini yang dia rasakan, saat dia harus menengadahkan tangan pada Allah seakan semua yang telah diberi tak cukup baginya. dia selalu meminta.. dan meminta.. padahal kalo dia mampu bersyukur dan resapi semua yang telah Allah titipkan padanya semua lebih dari cinta manusia. semua lebih dari cinta apapun yang senantiasa ada. Cinta Allah laksana cahaya yang selalu menerangi, cinta yang selalu menembus kedalam setiap ruang dan bahkan lebih dari itu.
tapi apa, meskipun semua tak sejalan dengan maunya, Tapi Allah selalu menghamparkan kasih sayangnya. selalu menawarkan semua rahmatnya. tanpa ada satu hal pun yang Allah pinta.. tak seperti kita. meminta dan meminta. Tapi yang buat tak habis fikir.. Allah malah tersenyum bahagia melihatnya, melihat seseorang mendekati dan meminta padanya. dan itu tandanya.. maha suci Allah, maha penyayang Allah lebih dari segalanya.....
sesal, dengan segala yang tlah dia lakukan itu kian terhanyut dalam hati. menitikkan air mata pun mungkin tak akan mengganti percaya Allah padanya. dan saat dia sadar akan itu. hatinya seakan di sayat sembilu.
malu kini yang dia rasakan, saat dia harus menengadahkan tangan pada Allah seakan semua yang telah diberi tak cukup baginya. dia selalu meminta.. dan meminta.. padahal kalo dia mampu bersyukur dan resapi semua yang telah Allah titipkan padanya semua lebih dari cinta manusia. semua lebih dari cinta apapun yang senantiasa ada. Cinta Allah laksana cahaya yang selalu menerangi, cinta yang selalu menembus kedalam setiap ruang dan bahkan lebih dari itu.
tapi apa, meskipun semua tak sejalan dengan maunya, Tapi Allah selalu menghamparkan kasih sayangnya. selalu menawarkan semua rahmatnya. tanpa ada satu hal pun yang Allah pinta.. tak seperti kita. meminta dan meminta. Tapi yang buat tak habis fikir.. Allah malah tersenyum bahagia melihatnya, melihat seseorang mendekati dan meminta padanya. dan itu tandanya.. maha suci Allah, maha penyayang Allah lebih dari segalanya.....
Kamis, 03 Mei 2012
Masih tak ku mengerti ...
Sudah lama aku terdiam dalam sepi
menutup hati demi seorang yang membuatku selama ini semakin tak mengerti
berjuta rasa itu sepertinya tak sedikitpun kurasakan kembali
hingga saat dimana aku hampir tenggelam dalam cerita sunyi karna sikapku sendiri
namun lain dengan hari ini, hari yang mampu membuatku seperti dulu lagi
kembali merasakan sesuatu yang telah lama mati.
aku jatuh cinta lagi .... mungkinkah itu?
meskipun aku tau itu akan menyakiti hatiku bila nanti semua tak sesuai dengan semua mimpi...
aku tau cinta itu kadang meninggalkan logika.
seperti hari ini aku juga masih tak mengerti,
namun kali ini ketidak mengertianku karna aku mampu merasakan sesuatu hal lagi
pada seorang yang masih tak ku tau....
tak jelas bayanganya meski aku mampu melihatnya
karna semuanya masih semu untukku ..
aku merasa semua hanya kebingunganku saja...
mungkinkah ini akan sama seperti dulu
hancur terbawa desiran angin yang pergi kesana kemari
atau bahkan ini akan berakhir sesuai dengan apa yang ada dalam hati
aku masih belum mengerti....................
aku takut harus ku abaikan lagi hatiku kali ini
supaya aku tak terluka kembali
seperti saat itu...
aku tak inginkan semua ini bila hanya untuk buatku tak mampu bercerita lagi
tak mampu membuatku menjadi salah arti..
apa yang harus ku perbuat dengan hati ini?
dan apa yang sebenarnya aku rasakan kini
seperti yakin...
namun seketika ragu itu menggulung dihati
aku takut jatuh cinta lagi...
dan apakah memang ini benar cinta atau hanya kekaguman dalam hati..
menutup hati demi seorang yang membuatku selama ini semakin tak mengerti
berjuta rasa itu sepertinya tak sedikitpun kurasakan kembali
hingga saat dimana aku hampir tenggelam dalam cerita sunyi karna sikapku sendiri
namun lain dengan hari ini, hari yang mampu membuatku seperti dulu lagi
kembali merasakan sesuatu yang telah lama mati.
aku jatuh cinta lagi .... mungkinkah itu?
meskipun aku tau itu akan menyakiti hatiku bila nanti semua tak sesuai dengan semua mimpi...
aku tau cinta itu kadang meninggalkan logika.
seperti hari ini aku juga masih tak mengerti,
namun kali ini ketidak mengertianku karna aku mampu merasakan sesuatu hal lagi
pada seorang yang masih tak ku tau....
tak jelas bayanganya meski aku mampu melihatnya
karna semuanya masih semu untukku ..
aku merasa semua hanya kebingunganku saja...
mungkinkah ini akan sama seperti dulu
hancur terbawa desiran angin yang pergi kesana kemari
atau bahkan ini akan berakhir sesuai dengan apa yang ada dalam hati
aku masih belum mengerti....................
aku takut harus ku abaikan lagi hatiku kali ini
supaya aku tak terluka kembali
seperti saat itu...
aku tak inginkan semua ini bila hanya untuk buatku tak mampu bercerita lagi
tak mampu membuatku menjadi salah arti..
apa yang harus ku perbuat dengan hati ini?
dan apa yang sebenarnya aku rasakan kini
seperti yakin...
namun seketika ragu itu menggulung dihati
aku takut jatuh cinta lagi...
dan apakah memang ini benar cinta atau hanya kekaguman dalam hati..
Rabu, 02 Mei 2012
LONA
Siang itu cuaca panas semakin serasa meninggi di kepala. Rasa lelah membuat Lona sedikit ingin beristirahat sejenak dari aktifitas yang ada. Namun keinginan itu harus Lona tunda saat melihat setumpuk pekerjaan menunggu di depan mata..
“Lona, coba kamu check ulang tulisan tadi sepertinya ada sedikit kesalahan" perintah seorang bapak kepala bagian pada Lona yang terlihat sibuk di meja kerjanya
”Baik pak.. !!” kemudian Lona pun bergegas melakukan apa yang di perintahkan bapak itu.
Lona adalah gadis berusia 19 tahun, kini dia sudah bekerja disebuah kantor penerbitan dari semenjak SMA. Dia gadis yang sangat polos namun seorang pekerja keras. Setelah selesai, Lona pun kembali ke meja kerjanya. Namun tiba-tiba saat itu seseorang menghampiri Lona.
“Na, gimana nich soal kemarin, mau gak jadi pacarku? Kenapa kemaren gak di jawab sich? malah pergi gitu aza..“
Lona hanya terdiam.
“Apa karena Satya?” Ucap Dika yang terus menerus bertanya saat itu“ Berarti bener dong tebakanku ..? Sudahlah....dia kan cuman masa lalu, gak musti difikirin terus, belum tentu dia mikirin kamu loch?”
Lona kemudian menarik nafasnya dalam dan kemudian berkata“ Tapi gak musti juga kan kalo aku gak sama Satya, trus nerima kak Dika? Gak gitu juga kan kak?“ Lona tampak terus menyibukkan dirinya.
“Oke dech bisa di mengerti, yaudah gini aja gimana kalo sebelum ultah kamu yang tinggal sebulan lagi itu kamu dapetin atau deket sama cowok, gak apa-apa dech aku mundur “
Lona mulai kesal “Ya ampun nich orang maunya apaan sich? Seenaknya ngatur-ngatur. Kaya taruhan donk kalo kayak gitu?” bisik hati Lona
“ Gataulah kak ” ucap Lona pada Dika, seniornya itu
Siang itu pun berlalu, Lona pun kini mencoba merebahkan tubuhnya di kasur dikostannya.
“Na, tuch di cariin mbak Riana di depan..” ucap mbak Lili teman sekamarnya yang tiba-tiba masuk kedalam.
“Owh iya mbak..” Lona pun bergegas menuju ke depan kontrakan. Terlihat mbak Riana saat itu sedang duduk di sebuah kursi.
“Ko udah pulang mbak?”
“Iya na, tadi mba sedikit gak enak badan, jadi minta izin pulang aja..”
Kemudian mereka pun mengobrol, Mbak Riana sudah dianggap seperti kakak bagi Lona, umurnya sekitar 7 tahun diatas Lona, orangnya sangat bijak dan sangat baik. Disela - sela waktu itu, terlihat mas Tino anak pemilik kostan itu pun datang.
“Eh ada si Lona .” sapa mas Tino
Lona hanya tersenyum simpul melihat mas Tino yang datang bersama seorang teman nya
“Tunggu bentar ya tra?” ucap mas Tino pada temanya itu
Temannya hanya mengangguk, dan berdiri di pojokan teras rumah kost-kostan itu
Lona terlihat memperhatikan orang yang datang bersama mas Tino itu “ Dia siapa ya? baru liat dech..” Lona bergumam dalam hati ” Wajahnya mirip Satya” lanjutnya.
Kemudian….
“Silahkan duduk mas?” tawar Lona sambil menyilahkan sebuah kursi kosong yang ada di sampingnya. Anak itu hanya tersenyum, kemudian Lona pun melanjutkan obrolannya dengan mbak Riana.
Setelah beberapa menit kemudian anak itu pun pamit pulang. Terbesit dalam benak Lona saat itu.
“Manis juga tuch orang, seperti satya ” bisik hati Lona seakan menemukan sesuatu hal
“Kenapa na?” tanya mbak Riana yang terlihat memperhatikan
“Aahh gak kenapa-kenapa kok mbak..” Lona pun tersenyum “bentar ya mbak, aku masuk dulu sebentar “kemudian Lona masuk kedalam kamar, bermaksud menemui mbak Lili untuk menanyakan hal itu..
selang beberapa menit sampai di kamar mba lili saat itu.
terlihat mbak lili sedang terduduk sambil membaca sebuah buku yang cukup tebal.
“Mbak, mau tanya boleh gak?”
“Tanya apa na? boleh kok ” jawab mbak lili yang tidak lain pacarnya mas tino itu.
“Kalo boleh tau, yang temennya mas Tino itu siapa ya mbak? Kayaknya baru liat dech?”
“Yang mana ya na? yang sering kemari bukan” tebak mbak Lili
"Orangnya manis sich mba, lumayan cakep gitu“ jelas lona
"Hayoohh.. ada apa nich, nanyain orang ko serius gitu wajahnya.." ucap mbak lili yang terlihat memperhatikan raut serius di wajah lona. hmm... jadi curiga nich..”
“Ichh,, gini mba, aku cuman pengen tau aja kok…”
“Owh iya dech, namanya Putra . kenapa nanyain? Tumben? Biasanya kan cuek sama cowok?”
“Owh Putra ya mbak? “
Mbak Lili pun mengangguk mengiyakan.
setelah itu lona pun kembali ke tempat mbak Riana berada.
Namun tak disangka ucapan Lona pada mbak Lili menimbulkan pengertian lain dari semua teman-teman kostannya dan teman kerja yang mendengar hal itu dari mbak Lili yang juga bekerja di tempat yang sama dengan lona.
“Na, ada salam dari Putra..!!’ ucap mbak Lili siang itu sepulang bekerja.
“Haah? Apaan sich mbak?” tiba-tiba Lona dibuat kaget oleh perkataan mbak Lili
“Iya, tadi mbak udah nyampein sama mas Tino, kalo ada salam buat Putra dari Lona, putra itu satu tempat kerjaan sama kita na, cuman dia beda bagian aja.
“Mbak, siapa yang nitip salam? Nanti kalo kayak gini aku kan malu kalo ntar ketemu anak itu..” saat itu hati Lona berubah kesal, rasanya dia ingin sekali marah namun diurungkan niatnya itu, Lona coba tersenyum menyikapi hal itu.
“Gak apa-apa donk na, mbak jamin mas Tino gak bakalan nyampein sama yang lain kok..”
Semenjak saat itu Lona berusaha menghindari tempat yang memungkinkan untuk bertemu dengan Putra, karena mungkin kabar soal itu sudah sampai di telinganya. “Duch pasti malu banget nanti “ bisik hati Lona
“Na, kesini sebentar.. “ tiba-tiba mas Tino memanggil Lona yang saat itu sedang menuju pintu keluar kantor.
“Iya, ada apa mas?”
Belum sempat mas Tino menjawab, dengan tak banyak bicara tiba-tiba Rudi salah satu dari mereka menarik tangan Lona, membawanya ke tempat saat itu Putra dan yang lainnya berkumpul..
“Kalian belum kenalan kan? Ayo kenalan dulu lah ..” ucap Rudi pada Lona
Saat itu Lona sedikit kaget dengan tingkah sahabatnya itu. Tak ada pilihan, Lona pun akhirnya mengulurkan tangannya dan begitu juga dengan Putra. Tak lama kemudian Lona pun bergegas pergi dari tempat itu. Rasanya saat itu rasa malu menggunung di hati Lona..
“Adduhh.. mereka apa-apan sich, aku kan jadi malu, dikira cewek apaan aku nanti ..” ucap Lona dengan bercampur kesal " Pasti Putra mikir yang aneh-aneh sama aku nanti. Arrgggghh…”
Setelah kejadian tadi sepertinya terus mengganggu fikiran Lona, awalnya dia berusaha tak peduli toch apa yang mereka fikirkan tak seperti kenyataanya, namun akhirnya Lona pun tak bisa membiarkan sikap teman-temannya yang terus saja menganggap hal itu serius dari ke hari.
“Lona. Ada salam dari Putra, katanya dia ngajakin ke Puncak liburan nanti ..mau gak? Ntar aku sampein kalo kamu mau ?” ucap seorang laki-laki yang kira-kira umurnya diatas Lona yang tiba-tiba datang saat Lona bekerja.
“Beneran kayak gitu kak rendi?” Lona mulai merasa aneh
“Beneran.. masa kamu gak percaya sama kakak sich?”
Fikiran Lona kini tambah bingung” lelucon apa lagi sekarang? Sungguh bodoh, masalah kecil saja bisa nyampe ke semua orang kayak gini, asshh …” batin Lona geram.
Setelah kejadian tempo hari, ternyata banyak sekali yang berusaha memanfaatkan keadaan dan kepolosan Lona. Semua terasa bodoh di benak Lona, tapi Lona juga belum mengerti apakah semua itu benar atau tidak.
“Aku musti minta maaf sama Putra, tapi gimana caranya ya?” Fikiran Lona terus melayang kesana, sembari melangkahkan kaki dia terus berfikir dan akhirnya ..” Teman satu bagiannya siapa ya? hmm.. mas Tino? aaahhh gak mungkin sama dia nanyainnya” Lona pun memperhatikan ke sekelilingnya, hingga matanya terhenti di satu titik. " Oiya Cahyono, cuman cahyono yang satu bagian yang bisa kutanyai tentang sesuatu itu, pasti kabar ini juga sudah sampai ditelinganya. Pasti dia bisa nyampein permintaan maaf ku sama Putra..” Lona pun bergegas menuju ke bagian kerja Cahyono.
“Hmm.. mau kemana na? “ tanya Cahyono yang terlihat sedang sibuk.
“Aku mau nanyain sesuatu sama kamu no..”
“Nanyain apa? Pasti Putra ya?” Cahyono sedikit menyindir
“Szzz .. jangan ngeledekin dech.. iya, mau nanya soal dia?”
" Cie.. cie.., ternyata beneran tuch kabar...?"
"Apaan sich? udah dech jangan ikut-ikutan nyebelin .." Lona terlihat kesal
“Enggak ada apa-apa ko“ lanjutnya, kemudian Lona pun cepat - cepat berusaha mengklarifikasi ”aku cuman mau minta tolong sampein maaf aku sama dia no, soalnya kemarin dia udah dibikin malu sama aku, dia udah di ledekin sama teman-temannya gara-gara aku ..” Lona pun menjelaskan
“Sms aja dia langsung, aku punya nomornya kok ..”
“Aahh .. gengsilah sms duluan, malu aku …”
“Gak apa-apa minta maaf aja langsung, dia orangnya asik kok, beneran mau gak nich nomor handphone nya?” Lona terdiam sesaat, dan mencoba berfikir sejenak
“Beneran nich gak apa-apa? yaudah dech aku minta nomor handphone nya dech “ Di dapatinya nomor handphone Putra, kemudian Lona pun bergegas pergi ke tempat kerjanya.
Sebenarnya sempat diurungkan niat Lona untuk tidak menghubungi Putra, tapi akhirnya....
“Assalamu’alaikum.. maaf ini Putra ya?” sebuah pesan singkat pun terkirim
Beberapa detik kemudian di dapati balasannya “ Waalaikumsalam, iya.. ini siapa ya?”
“Ini Lona, tau kan? maaf ganggu nich? aku cuman mau minta maaf soal kemaren, pasti kamu malu banget ya? gara-gara tingkah teman-teman kemarin?”
“Owhh Lona.. soal itu, gak apa-apa ko santei saja ..” satu balasan lagi didapatkan.
“Gitu ya, maaf banget, aku gak ada niat kayak gitu kok" sms pun terkirim lagi
"Santei aja na, aku gak terlalu masalah ko. cuek aja aku mah.." balasan sms dari Putra lagi
"Gitu ya, yaudah dech makasih ya?” Lona pun mencoba mengakhiri sms itu, tapii…eiitss tunggu dulu ternyata sms pun berlanjut dan topiknya kali ini serasa semakin tambah seru. Sampai-sampai Lona pun lupa dengan niat minta maafnya sebelumnya.
Akhirnya setelah beberapa lama saling mengirim sms, sedikit demi sedkit Lona bisa melupakan Satya yang disukainya semenjak 3 tahun lalu. Kini dia semakin akrab dengan Putra, mskipun baru sekedar sms rasanya sudah terasa menyenangkan. Sepertinya kini waktu digunakan Lona untuk sekedar smsan dengan Putra, entah apa yang saat itu di jadikan topic pembicaraan yang jelas sepertinya sudah membuatnya merasa lupa dengan niatnya semula.
“Sepertinya lumayan menyenangkan, sayang juga kalo di lewatkan, “ bisik hati Lona
Namun tiba-tiba rasa jenuh hinggap di hati Lona, kini rasa penasaran pada sosok Putra pun semakin bertambah apalagi setelah mendengar ucapan mbak Lili.
“Putra itu banyak yang suka loch na, kalo kamu bisa dapetin dia, hebatlah ..”
“Gitu ya mbak? Keliatan sich mbak, apalagi Putra kan keren, pastilah yang suka sama dia banyak banget..”
Semenjak obrolannya dengan mbak Lili, Lona pun jadi semakin penasaran ingin semakin dekat dengan Putra. “ Apa sich specialnya anak itu, nyampe banyak banget yang ngomongin dia? Jadi penasaran ..” akhirnya Lona pun mengetik sms
“Heii, lagi ngapain? Oiya, kayaknya bosen juga ya ngobrol disms, kalo aku pengen ngobrol langsung bisa gak?” sms pun terkirim setelah nama Putra didapati di phonebook HP nya.
Beberapa saat memudian..
“Emang disms aja kenapa gitu? “ balasan pun Lona dapatkan
“Ya, gak kenapa2 sich, cuman kalo ngobrol langsung kayaknya lebih seru dech, bisa lebih akrab gitu ..”
“Yaudah mau ngobrol dimana?”
“ Kamu main ke tempat kerja aku aja, bisa gak?”
“Malu ahh .. kesana mah kan aku pada gak kenal, kamu aja yang kesini, biasanya juga kamu kan kesini main ke temen-temen kamu” ucap Putra di sms.
“Oke dech, ntar aku aja dech yang kesana“
Setelah itu pun Lona mencoba memberanikan diri mengunjungi bagian tempat kerja Putra. Entah kenapa kali itu dia sangat ragu. Kemudian Lona pun akhirnya bisa mengobrol dengan Putra, meskipun dengan tatapan- tatapan aneh yang jatuh pada dirinya saat itu dari orang2 disekitarnya, namun Lona berusaha bersikap tenang, dan menguasai situasi.
“Omigoos… Putra emang keren kalo diliat dari deket..” tiba-tiba sebuah pujian dalam hati Lona terlontar untuk Putra “ Sikapnya cool, gak banyak ngomong, manis, dan bisa ngerti keadaan orang lain. Oops apa aku berlebihan? ” lanjut Lona yang terus bergumam dalam hati
Setelah beberapa menit berada disana, Lona pun kembali ke tempat kerjanya
“Jadi itu ya cowoknya? Keren juga, pasti kamu udah jadian ya sama cowok tadi..?” suara kak Dika terdengar sinis mendekat ke arah Lona saat itu.
“ Kak Dika, maksud kak Dika apa?”
“Baiklah, berarti seperti janjiku sekarang aku mundur dan gak bakalan ganggu kamu lagi ..” ucap Dika sambil berlalu dari tempat itu.
Mata Lona kemudian sedikit terbelalak “ Benarkah? oohh yeess.. !! akhirnya.” Ucap Lona sumringah. Semenjak Dika menjauh, disaat yang bersamaan pula dia kini semakin akrab dengan Putra, dan tak sungkan untuk bercerita banyak hal. Meskipun kadang Lona hanya terdiam saat mengobrol, dia kadang merasa bingung apa yang harus dibicarakan. Tak ada kepentingan sepertinya namun dipaksakan untuk bicara. Ketika itu rasa bimbang hinggap dihatinya.
“Mbak, aku tuch seneng ada di deket dia, tapi aku juga belum tau apakah dia suka sama aku atau cuman anggap sebagai temen ..” ucap Lona pada mbak Lili
“Ya ampun Lona, masa belum tau, pasti lah Putra suka sama kamu, lagian kalo mbak liat juga kayak gitu, dia suka malu kalo mbak tanyain soal kamu ..”
“Tapi mbak?” ucap Lona ragu
“Udah jangan kebanyakan mikir, dia itu orangnya pendiem, jadi kamu yang musti duluan. Gak apa-apa kok sah-sah aza ko na jaman sekarang mah?”
“Masa sich mbak?” ucapan mbak Lili membuat Lona yang terlihat polos itu bertambah bingung, kemudian dia pun mengambil HP nya yang dia letakkan di atas kasur.
“Heii.. lagi ngapain nich? Bisa ketemu sebentar gak? ada yang mau di tanyain” sms pun terkirim.
Beberapa detik sms balasan masuk ke Handphone Lona
“Bisa, ntar pulang kerja..ntar aku yang main ke kostan kamu aja ya..?”satu balasan sms dari Putra
Tak lama Putra pun datang ke kostan Lona, mereka mengobrol di teras..
“Kamu mau nanyain apa tadi?”
mendengar pertanyaan itu tiba-tiba seperti ada yang menyekat kerongkongan Lona.
“hmm... tapi kamu jangan tersinggung ya?"lona bertambah ragu. "Kalo boleh tau kamu itu punya orang yang disayang gak sich? Sepertinya kalo aku perhatiin enggak dech kayaknya..” Lona sedikit memelankan suaranya.
“Kata siapa? so tau kamu…, punya kok, orang yang aku sayang juga menyayangi aku, tapi aku gak bisa miliki dia seutuhnya..”
“Siapa? kok bisa? Emangnya kenapa?” tiba-tiba ada rasa penasaran dirasakan Lona
“Kakak”jawab Putra singkat.
Putra pun segera pulang dan pembicaraan pun berlanjut di sms.
“Emangnya kenapa sama kakak kamu?” tiba-tiba rasa aneh muncul difikirannya.”Ko sama kakak kayak ke cewek ya? Aneh “ bisik hatinya yang terus berbicara
“Aah udahlah gak usah dibahaslah, aku males banget ngomongin yang kayak gitu….” Sepertinya putra tak terlalu menyukai pertanyaan itu
"Owh yaudah dech kapan-kapan lagi aja cerintanya kalo sekarang gak mau cerita mah .." Lona menghentikan pertanyaannya itu
"trus kalo kamu sendiri gimana?"
“Kalo aku sich punya orang disayang, tapi ku dengar dia sekarang di Jakarta, pengen sich nyari dia, cuman aku juga bingung…”
"Kenapa bingung ..?"
"Bingung aja, pengen nyari dia, tapii.. kamu mau gak bantuin aku?"
“Kenapa sama aku?”
"Yang lain mah gak ada yang bisa ngerti sich.."
“Tapi kenapa musti sama aku sich?”
“Soalnya cuman kamu yang tau soal ini..”
“Owh gitu... tapi maaf ya, aku gak bisa nganter kamu..” sms penolakan ajakan pun di terima Lona
“Owh yaudah gak apa-apa, yaudah dech met malem aja, moga mimpiin orang yang Putra sayangi” tiba-tiba Lona menghentikan pembicaraan disms itu saat dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Malam itu pun semakin hening, namun beberapa detik kemudian terdengar nada telepon masuk
“Nomor siapa ini?” terlihat nomor asing memanggil dihandpone Lona
“Hallo ..?” telpon pun diangkatnya
“Kamu tadi ngomong apa sich? Met malem, moga kamu mimpiin orang yang kamu sayang, apa sich maksudnya? Terdengar suara putra disebrang telpon itu.
“Gak ada maksud apa-apa kok, Putra ini nomor siapa emang? kok baru lagi?”
“Ini nomor ayahku, udah ya kamu jangan mikir yang aneh-aneh ya..?”
"Maksudnya?" Lona sedikit heran.
"Yaudah jangan bahas yang yang tadi .."
“Iya dech ..” setelah itu pun telpon terputus, namun saat itu fikirannya terus melayang kesana “ Kenapa sama Putra ya? ko tadi nada suaranya kayak yang marah banget gitu?”
Bimbang terus saja merasuki fikiran Lona, namun setelah di tanyakan pada mbak Lili, menurutnya sikap Putra itu mungkin saja bukti kalo Putra suka sama Lona. Mendengar hal itu Lona diam-diam menyimpan rasa yang semula tak diinginkannya, kini dia mulai suka pada Putra, namun setelah beberapa hari kemudian, sikap Putra tiba-tiba berubah, dia kini mulai sulit ditemui. Lona pun mulai merasa panik, padahal sebelumnya tak terjadi apa-apa. Karena rasa penasaran yang semakin besar, Lona pun menyanyakan hal itu pada Rudi teman dekatnya Putra.
“Di, mau tanya, ko sekarang Putra sikapnya aneh ya?” akhirnya Lona pun menceritakan perubahan pada diri Putra kepada Rudi.
“Dia lagi ada masalah na ..” Jelas singkat Rudi
“Masalah apa? Ko dia gak cerita?”
“Masalah keluarga, gak tau jelas sich, cuman yang aku tau kayak gitu ..”
“Beneran? Pantesan…” rasa simpati pun mulai muncul dalam hati Lona
Semenjak itu pun Lona tampak memahami perubahan sikap Putra. Hingga suatu hari Lona pun mengirim sms yang ditujukan kepada Putra ..
“Kok sekarang kamu sikapnya beda banget? Kamu sekarang sombong banget ich..” ucap Lona yang merasa sudah akrab.
“Emangnya aku musti gimana? Emang siapa kamu? “
mendengar balasan sms itu, hati lona terasa terhenyak kaget.
“Biasanya kan gak gitu, lagi ada masalah atau kalo boleh tau kamu lagi deket lagi sama orang lain ya ?”
“Nich ya? kalo iya gimana? Bebas kan aku mau deket sama siapa juga? Emang kamu siapa aku?” Mendengar perkataan disms itu, hati Lona seakan hancur tiba-tiba ..
“Ko jadi gini? biasanya juga kan gak gitu”
Semenjak saat itu Lona merasa sudah sangat jauh dengan putra. Melihat Lona yang terus merasa kebingungan, dan terlihat sedih, akhirnya mas Tino pun merasa tak tega.
“Na, kamu sekarang gimana sama Putra? “
“Gak gimana-gimana kok, lagian aku sama dia kan gak ada hubungan apa-apa mas” jawab Lona yang sedang penuh kebingungan itu.
“Tau gak na, sebenernya yang aku denger sich dari Rudi, kemarin-kemarin si Putra balikan lagi sama mantannya yang dulu “
“Masa sich mas?” tiba-tiba hati Lona menyesak
“Iya, itu loch, ceweknya yang minta balikan lagi, sebenernya sich lagi ada masalah, cuman aku juga kurang tau gimana masalahnya, yang jelas sich kayak gitu. Trus ada kabar sich dia mau nikah”
“Apa mas? mau nikah?” seketika suasana seakan berubah menjadi gelap. Badan Lona seakan tak mempunyai kekuatan meskipun hanya sekedar untuk menumpu bebannya. Air matanya kini tak bisa ditahan lagi, Lona pun bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Niatnya kali itu untuk pergi bekerja pun diurungkannya. Dia kini hanya diam dikamarnya, kemudian di tekannya nomor handphone Rudi saat itu.
“Hallo di . “Kamu bohong ya di ?, kamu tau kan soal Putra yang sebenernya dia kenapa? Kenapa kamu gak cerita aja sich?” terdengar isak tangis Lona diseberang telpon Rudi
“Jadi kamu sekarang udah tau, emang kamu tau dari siapa?” suara Rudi tampak gelagapan.
“Mas Tino…kenapa gak cerita aja di? kalo kamu cerita kan aku gak malu kayak gini jadinya? Puas ya kamu udah bikin aku malu banget” Lona terdengar sedikit menahan marahnya.
“Bukan maksud aku kayak gitu na, tapi aku gak tega nyeritainnya sama kamu ..”
“Nich ya, jujur emang menyakitkan di, tapi kalo bohong dan kalo tau dari orang kayak gini, kan lebih menyakitkan, aku kecewa sama kamu di ..”
“Maafin aku ya na aku gak maksud kayak gitu kok..?” Rudi tedengar menyesal
“Yaudahlah….” telpon pun Terputus dan…
“Tok tok tok .. “ suara pintu terdengar, kemudian dibukanya pintu itu
“Mbak ..??” mbak Riana yang terlihat masuk saat itu
“Kenapa nana? bolos kerja ya?” suara mbak Riana terdengar teduh seperti biasanya.
Lona pun mengangguk, kemudian Lona menceritakan semua yang sedang dialaminya
mbak Riana tampak menarik nafas sejenak dan menatap Lona dalam.
“Na, cinta itu sulit sekali di mengerti, dan mungkin sekarang kamu lagi ngerasain hal itu, meskipun awalnya kamu cuman iseng saja atau apapun alasannya, tapi yang jelas itu yang sekarang ini yang sedang kamu rasakan, namun cinta itu tak harus memiliki kok, mungkin ada cinta lain yang akan kamu dapatkan suatu hari nanti, cinta yang lebih baik tentunya. Sudahlah...sayang banget kalo kamu nangis buat orang yang mungkin memikirkanmu sedikit saja mungkin tidak, percayalah… disana, di suatu tempat dan waktu yang tepat nanti, cinta pasti akan berpihak sama kamu ..” mbak Riana coba menenangkan suasana hati Lona yang terlihat biambang itu.
“Bener mbak?” Lona yang tampak memperhatikan itu mulai mengusap air matanya
Mbak Riana mengangguk pelan “ Pesan mbak, kalo mau mencintai, kenali dulu apakah cinta itu layak untuk dicintai atau tidak. Trus jangan terlalu mudah mendengar omongan orang lain, belum tentu itu hal baik, gunakan akal sehat buat mempertimbangkannya, mbak yakin kamu anak yang pintar kok “
“Aku malu mbak, kayak cewek apaan ya aku ini? Tapi aku juga gak bisa bohong mbak, kalo aku…..”ucap Lona ragu ”Aku baru menyadari kalo aku suka sama dia mbak..”lanjutnya…
“Iya, mbak juga ngerti kok, tapi sudahlah… jadikan ini pelajaran yang sangat berharga saja, ingat perjalanan kamu itu masih panjang ..”mbak Riana tersenyum manatap Lona yang sudah dianggap sebagai adiknya itu.
Di peluknya erat sosok perempuan yang ada di hadapanya itu. kemudian Mbak Riana mengusap rambut Lona dengan lembut. Tangis Lona kini tertumpah dengan beribu sesal dihatinya.
“Lona, coba kamu check ulang tulisan tadi sepertinya ada sedikit kesalahan" perintah seorang bapak kepala bagian pada Lona yang terlihat sibuk di meja kerjanya
”Baik pak.. !!” kemudian Lona pun bergegas melakukan apa yang di perintahkan bapak itu.
Lona adalah gadis berusia 19 tahun, kini dia sudah bekerja disebuah kantor penerbitan dari semenjak SMA. Dia gadis yang sangat polos namun seorang pekerja keras. Setelah selesai, Lona pun kembali ke meja kerjanya. Namun tiba-tiba saat itu seseorang menghampiri Lona.
“Na, gimana nich soal kemarin, mau gak jadi pacarku? Kenapa kemaren gak di jawab sich? malah pergi gitu aza..“
Lona hanya terdiam.
“Apa karena Satya?” Ucap Dika yang terus menerus bertanya saat itu“ Berarti bener dong tebakanku ..? Sudahlah....dia kan cuman masa lalu, gak musti difikirin terus, belum tentu dia mikirin kamu loch?”
Lona kemudian menarik nafasnya dalam dan kemudian berkata“ Tapi gak musti juga kan kalo aku gak sama Satya, trus nerima kak Dika? Gak gitu juga kan kak?“ Lona tampak terus menyibukkan dirinya.
“Oke dech bisa di mengerti, yaudah gini aja gimana kalo sebelum ultah kamu yang tinggal sebulan lagi itu kamu dapetin atau deket sama cowok, gak apa-apa dech aku mundur “
Lona mulai kesal “Ya ampun nich orang maunya apaan sich? Seenaknya ngatur-ngatur. Kaya taruhan donk kalo kayak gitu?” bisik hati Lona
“ Gataulah kak ” ucap Lona pada Dika, seniornya itu
Siang itu pun berlalu, Lona pun kini mencoba merebahkan tubuhnya di kasur dikostannya.
“Na, tuch di cariin mbak Riana di depan..” ucap mbak Lili teman sekamarnya yang tiba-tiba masuk kedalam.
“Owh iya mbak..” Lona pun bergegas menuju ke depan kontrakan. Terlihat mbak Riana saat itu sedang duduk di sebuah kursi.
“Ko udah pulang mbak?”
“Iya na, tadi mba sedikit gak enak badan, jadi minta izin pulang aja..”
Kemudian mereka pun mengobrol, Mbak Riana sudah dianggap seperti kakak bagi Lona, umurnya sekitar 7 tahun diatas Lona, orangnya sangat bijak dan sangat baik. Disela - sela waktu itu, terlihat mas Tino anak pemilik kostan itu pun datang.
“Eh ada si Lona .” sapa mas Tino
Lona hanya tersenyum simpul melihat mas Tino yang datang bersama seorang teman nya
“Tunggu bentar ya tra?” ucap mas Tino pada temanya itu
Temannya hanya mengangguk, dan berdiri di pojokan teras rumah kost-kostan itu
Lona terlihat memperhatikan orang yang datang bersama mas Tino itu “ Dia siapa ya? baru liat dech..” Lona bergumam dalam hati ” Wajahnya mirip Satya” lanjutnya.
Kemudian….
“Silahkan duduk mas?” tawar Lona sambil menyilahkan sebuah kursi kosong yang ada di sampingnya. Anak itu hanya tersenyum, kemudian Lona pun melanjutkan obrolannya dengan mbak Riana.
Setelah beberapa menit kemudian anak itu pun pamit pulang. Terbesit dalam benak Lona saat itu.
“Manis juga tuch orang, seperti satya ” bisik hati Lona seakan menemukan sesuatu hal
“Kenapa na?” tanya mbak Riana yang terlihat memperhatikan
“Aahh gak kenapa-kenapa kok mbak..” Lona pun tersenyum “bentar ya mbak, aku masuk dulu sebentar “kemudian Lona masuk kedalam kamar, bermaksud menemui mbak Lili untuk menanyakan hal itu..
selang beberapa menit sampai di kamar mba lili saat itu.
terlihat mbak lili sedang terduduk sambil membaca sebuah buku yang cukup tebal.
“Mbak, mau tanya boleh gak?”
“Tanya apa na? boleh kok ” jawab mbak lili yang tidak lain pacarnya mas tino itu.
“Kalo boleh tau, yang temennya mas Tino itu siapa ya mbak? Kayaknya baru liat dech?”
“Yang mana ya na? yang sering kemari bukan” tebak mbak Lili
"Orangnya manis sich mba, lumayan cakep gitu“ jelas lona
"Hayoohh.. ada apa nich, nanyain orang ko serius gitu wajahnya.." ucap mbak lili yang terlihat memperhatikan raut serius di wajah lona. hmm... jadi curiga nich..”
“Ichh,, gini mba, aku cuman pengen tau aja kok…”
“Owh iya dech, namanya Putra . kenapa nanyain? Tumben? Biasanya kan cuek sama cowok?”
“Owh Putra ya mbak? “
Mbak Lili pun mengangguk mengiyakan.
setelah itu lona pun kembali ke tempat mbak Riana berada.
Namun tak disangka ucapan Lona pada mbak Lili menimbulkan pengertian lain dari semua teman-teman kostannya dan teman kerja yang mendengar hal itu dari mbak Lili yang juga bekerja di tempat yang sama dengan lona.
“Na, ada salam dari Putra..!!’ ucap mbak Lili siang itu sepulang bekerja.
“Haah? Apaan sich mbak?” tiba-tiba Lona dibuat kaget oleh perkataan mbak Lili
“Iya, tadi mbak udah nyampein sama mas Tino, kalo ada salam buat Putra dari Lona, putra itu satu tempat kerjaan sama kita na, cuman dia beda bagian aja.
“Mbak, siapa yang nitip salam? Nanti kalo kayak gini aku kan malu kalo ntar ketemu anak itu..” saat itu hati Lona berubah kesal, rasanya dia ingin sekali marah namun diurungkan niatnya itu, Lona coba tersenyum menyikapi hal itu.
“Gak apa-apa donk na, mbak jamin mas Tino gak bakalan nyampein sama yang lain kok..”
Semenjak saat itu Lona berusaha menghindari tempat yang memungkinkan untuk bertemu dengan Putra, karena mungkin kabar soal itu sudah sampai di telinganya. “Duch pasti malu banget nanti “ bisik hati Lona
“Na, kesini sebentar.. “ tiba-tiba mas Tino memanggil Lona yang saat itu sedang menuju pintu keluar kantor.
“Iya, ada apa mas?”
Belum sempat mas Tino menjawab, dengan tak banyak bicara tiba-tiba Rudi salah satu dari mereka menarik tangan Lona, membawanya ke tempat saat itu Putra dan yang lainnya berkumpul..
“Kalian belum kenalan kan? Ayo kenalan dulu lah ..” ucap Rudi pada Lona
Saat itu Lona sedikit kaget dengan tingkah sahabatnya itu. Tak ada pilihan, Lona pun akhirnya mengulurkan tangannya dan begitu juga dengan Putra. Tak lama kemudian Lona pun bergegas pergi dari tempat itu. Rasanya saat itu rasa malu menggunung di hati Lona..
“Adduhh.. mereka apa-apan sich, aku kan jadi malu, dikira cewek apaan aku nanti ..” ucap Lona dengan bercampur kesal " Pasti Putra mikir yang aneh-aneh sama aku nanti. Arrgggghh…”
Setelah kejadian tadi sepertinya terus mengganggu fikiran Lona, awalnya dia berusaha tak peduli toch apa yang mereka fikirkan tak seperti kenyataanya, namun akhirnya Lona pun tak bisa membiarkan sikap teman-temannya yang terus saja menganggap hal itu serius dari ke hari.
“Lona. Ada salam dari Putra, katanya dia ngajakin ke Puncak liburan nanti ..mau gak? Ntar aku sampein kalo kamu mau ?” ucap seorang laki-laki yang kira-kira umurnya diatas Lona yang tiba-tiba datang saat Lona bekerja.
“Beneran kayak gitu kak rendi?” Lona mulai merasa aneh
“Beneran.. masa kamu gak percaya sama kakak sich?”
Fikiran Lona kini tambah bingung” lelucon apa lagi sekarang? Sungguh bodoh, masalah kecil saja bisa nyampe ke semua orang kayak gini, asshh …” batin Lona geram.
Setelah kejadian tempo hari, ternyata banyak sekali yang berusaha memanfaatkan keadaan dan kepolosan Lona. Semua terasa bodoh di benak Lona, tapi Lona juga belum mengerti apakah semua itu benar atau tidak.
“Aku musti minta maaf sama Putra, tapi gimana caranya ya?” Fikiran Lona terus melayang kesana, sembari melangkahkan kaki dia terus berfikir dan akhirnya ..” Teman satu bagiannya siapa ya? hmm.. mas Tino? aaahhh gak mungkin sama dia nanyainnya” Lona pun memperhatikan ke sekelilingnya, hingga matanya terhenti di satu titik. " Oiya Cahyono, cuman cahyono yang satu bagian yang bisa kutanyai tentang sesuatu itu, pasti kabar ini juga sudah sampai ditelinganya. Pasti dia bisa nyampein permintaan maaf ku sama Putra..” Lona pun bergegas menuju ke bagian kerja Cahyono.
“Hmm.. mau kemana na? “ tanya Cahyono yang terlihat sedang sibuk.
“Aku mau nanyain sesuatu sama kamu no..”
“Nanyain apa? Pasti Putra ya?” Cahyono sedikit menyindir
“Szzz .. jangan ngeledekin dech.. iya, mau nanya soal dia?”
" Cie.. cie.., ternyata beneran tuch kabar...?"
"Apaan sich? udah dech jangan ikut-ikutan nyebelin .." Lona terlihat kesal
“Enggak ada apa-apa ko“ lanjutnya, kemudian Lona pun cepat - cepat berusaha mengklarifikasi ”aku cuman mau minta tolong sampein maaf aku sama dia no, soalnya kemarin dia udah dibikin malu sama aku, dia udah di ledekin sama teman-temannya gara-gara aku ..” Lona pun menjelaskan
“Sms aja dia langsung, aku punya nomornya kok ..”
“Aahh .. gengsilah sms duluan, malu aku …”
“Gak apa-apa minta maaf aja langsung, dia orangnya asik kok, beneran mau gak nich nomor handphone nya?” Lona terdiam sesaat, dan mencoba berfikir sejenak
“Beneran nich gak apa-apa? yaudah dech aku minta nomor handphone nya dech “ Di dapatinya nomor handphone Putra, kemudian Lona pun bergegas pergi ke tempat kerjanya.
Sebenarnya sempat diurungkan niat Lona untuk tidak menghubungi Putra, tapi akhirnya....
“Assalamu’alaikum.. maaf ini Putra ya?” sebuah pesan singkat pun terkirim
Beberapa detik kemudian di dapati balasannya “ Waalaikumsalam, iya.. ini siapa ya?”
“Ini Lona, tau kan? maaf ganggu nich? aku cuman mau minta maaf soal kemaren, pasti kamu malu banget ya? gara-gara tingkah teman-teman kemarin?”
“Owhh Lona.. soal itu, gak apa-apa ko santei saja ..” satu balasan lagi didapatkan.
“Gitu ya, maaf banget, aku gak ada niat kayak gitu kok" sms pun terkirim lagi
"Santei aja na, aku gak terlalu masalah ko. cuek aja aku mah.." balasan sms dari Putra lagi
"Gitu ya, yaudah dech makasih ya?” Lona pun mencoba mengakhiri sms itu, tapii…eiitss tunggu dulu ternyata sms pun berlanjut dan topiknya kali ini serasa semakin tambah seru. Sampai-sampai Lona pun lupa dengan niat minta maafnya sebelumnya.
Akhirnya setelah beberapa lama saling mengirim sms, sedikit demi sedkit Lona bisa melupakan Satya yang disukainya semenjak 3 tahun lalu. Kini dia semakin akrab dengan Putra, mskipun baru sekedar sms rasanya sudah terasa menyenangkan. Sepertinya kini waktu digunakan Lona untuk sekedar smsan dengan Putra, entah apa yang saat itu di jadikan topic pembicaraan yang jelas sepertinya sudah membuatnya merasa lupa dengan niatnya semula.
“Sepertinya lumayan menyenangkan, sayang juga kalo di lewatkan, “ bisik hati Lona
Namun tiba-tiba rasa jenuh hinggap di hati Lona, kini rasa penasaran pada sosok Putra pun semakin bertambah apalagi setelah mendengar ucapan mbak Lili.
“Putra itu banyak yang suka loch na, kalo kamu bisa dapetin dia, hebatlah ..”
“Gitu ya mbak? Keliatan sich mbak, apalagi Putra kan keren, pastilah yang suka sama dia banyak banget..”
Semenjak obrolannya dengan mbak Lili, Lona pun jadi semakin penasaran ingin semakin dekat dengan Putra. “ Apa sich specialnya anak itu, nyampe banyak banget yang ngomongin dia? Jadi penasaran ..” akhirnya Lona pun mengetik sms
“Heii, lagi ngapain? Oiya, kayaknya bosen juga ya ngobrol disms, kalo aku pengen ngobrol langsung bisa gak?” sms pun terkirim setelah nama Putra didapati di phonebook HP nya.
Beberapa saat memudian..
“Emang disms aja kenapa gitu? “ balasan pun Lona dapatkan
“Ya, gak kenapa2 sich, cuman kalo ngobrol langsung kayaknya lebih seru dech, bisa lebih akrab gitu ..”
“Yaudah mau ngobrol dimana?”
“ Kamu main ke tempat kerja aku aja, bisa gak?”
“Malu ahh .. kesana mah kan aku pada gak kenal, kamu aja yang kesini, biasanya juga kamu kan kesini main ke temen-temen kamu” ucap Putra di sms.
“Oke dech, ntar aku aja dech yang kesana“
Setelah itu pun Lona mencoba memberanikan diri mengunjungi bagian tempat kerja Putra. Entah kenapa kali itu dia sangat ragu. Kemudian Lona pun akhirnya bisa mengobrol dengan Putra, meskipun dengan tatapan- tatapan aneh yang jatuh pada dirinya saat itu dari orang2 disekitarnya, namun Lona berusaha bersikap tenang, dan menguasai situasi.
“Omigoos… Putra emang keren kalo diliat dari deket..” tiba-tiba sebuah pujian dalam hati Lona terlontar untuk Putra “ Sikapnya cool, gak banyak ngomong, manis, dan bisa ngerti keadaan orang lain. Oops apa aku berlebihan? ” lanjut Lona yang terus bergumam dalam hati
Setelah beberapa menit berada disana, Lona pun kembali ke tempat kerjanya
“Jadi itu ya cowoknya? Keren juga, pasti kamu udah jadian ya sama cowok tadi..?” suara kak Dika terdengar sinis mendekat ke arah Lona saat itu.
“ Kak Dika, maksud kak Dika apa?”
“Baiklah, berarti seperti janjiku sekarang aku mundur dan gak bakalan ganggu kamu lagi ..” ucap Dika sambil berlalu dari tempat itu.
Mata Lona kemudian sedikit terbelalak “ Benarkah? oohh yeess.. !! akhirnya.” Ucap Lona sumringah. Semenjak Dika menjauh, disaat yang bersamaan pula dia kini semakin akrab dengan Putra, dan tak sungkan untuk bercerita banyak hal. Meskipun kadang Lona hanya terdiam saat mengobrol, dia kadang merasa bingung apa yang harus dibicarakan. Tak ada kepentingan sepertinya namun dipaksakan untuk bicara. Ketika itu rasa bimbang hinggap dihatinya.
“Mbak, aku tuch seneng ada di deket dia, tapi aku juga belum tau apakah dia suka sama aku atau cuman anggap sebagai temen ..” ucap Lona pada mbak Lili
“Ya ampun Lona, masa belum tau, pasti lah Putra suka sama kamu, lagian kalo mbak liat juga kayak gitu, dia suka malu kalo mbak tanyain soal kamu ..”
“Tapi mbak?” ucap Lona ragu
“Udah jangan kebanyakan mikir, dia itu orangnya pendiem, jadi kamu yang musti duluan. Gak apa-apa kok sah-sah aza ko na jaman sekarang mah?”
“Masa sich mbak?” ucapan mbak Lili membuat Lona yang terlihat polos itu bertambah bingung, kemudian dia pun mengambil HP nya yang dia letakkan di atas kasur.
“Heii.. lagi ngapain nich? Bisa ketemu sebentar gak? ada yang mau di tanyain” sms pun terkirim.
Beberapa detik sms balasan masuk ke Handphone Lona
“Bisa, ntar pulang kerja..ntar aku yang main ke kostan kamu aja ya..?”satu balasan sms dari Putra
Tak lama Putra pun datang ke kostan Lona, mereka mengobrol di teras..
“Kamu mau nanyain apa tadi?”
mendengar pertanyaan itu tiba-tiba seperti ada yang menyekat kerongkongan Lona.
“hmm... tapi kamu jangan tersinggung ya?"lona bertambah ragu. "Kalo boleh tau kamu itu punya orang yang disayang gak sich? Sepertinya kalo aku perhatiin enggak dech kayaknya..” Lona sedikit memelankan suaranya.
“Kata siapa? so tau kamu…, punya kok, orang yang aku sayang juga menyayangi aku, tapi aku gak bisa miliki dia seutuhnya..”
“Siapa? kok bisa? Emangnya kenapa?” tiba-tiba ada rasa penasaran dirasakan Lona
“Kakak”jawab Putra singkat.
Putra pun segera pulang dan pembicaraan pun berlanjut di sms.
“Emangnya kenapa sama kakak kamu?” tiba-tiba rasa aneh muncul difikirannya.”Ko sama kakak kayak ke cewek ya? Aneh “ bisik hatinya yang terus berbicara
“Aah udahlah gak usah dibahaslah, aku males banget ngomongin yang kayak gitu….” Sepertinya putra tak terlalu menyukai pertanyaan itu
"Owh yaudah dech kapan-kapan lagi aja cerintanya kalo sekarang gak mau cerita mah .." Lona menghentikan pertanyaannya itu
"trus kalo kamu sendiri gimana?"
“Kalo aku sich punya orang disayang, tapi ku dengar dia sekarang di Jakarta, pengen sich nyari dia, cuman aku juga bingung…”
"Kenapa bingung ..?"
"Bingung aja, pengen nyari dia, tapii.. kamu mau gak bantuin aku?"
“Kenapa sama aku?”
"Yang lain mah gak ada yang bisa ngerti sich.."
“Tapi kenapa musti sama aku sich?”
“Soalnya cuman kamu yang tau soal ini..”
“Owh gitu... tapi maaf ya, aku gak bisa nganter kamu..” sms penolakan ajakan pun di terima Lona
“Owh yaudah gak apa-apa, yaudah dech met malem aja, moga mimpiin orang yang Putra sayangi” tiba-tiba Lona menghentikan pembicaraan disms itu saat dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Malam itu pun semakin hening, namun beberapa detik kemudian terdengar nada telepon masuk
“Nomor siapa ini?” terlihat nomor asing memanggil dihandpone Lona
“Hallo ..?” telpon pun diangkatnya
“Kamu tadi ngomong apa sich? Met malem, moga kamu mimpiin orang yang kamu sayang, apa sich maksudnya? Terdengar suara putra disebrang telpon itu.
“Gak ada maksud apa-apa kok, Putra ini nomor siapa emang? kok baru lagi?”
“Ini nomor ayahku, udah ya kamu jangan mikir yang aneh-aneh ya..?”
"Maksudnya?" Lona sedikit heran.
"Yaudah jangan bahas yang yang tadi .."
“Iya dech ..” setelah itu pun telpon terputus, namun saat itu fikirannya terus melayang kesana “ Kenapa sama Putra ya? ko tadi nada suaranya kayak yang marah banget gitu?”
Bimbang terus saja merasuki fikiran Lona, namun setelah di tanyakan pada mbak Lili, menurutnya sikap Putra itu mungkin saja bukti kalo Putra suka sama Lona. Mendengar hal itu Lona diam-diam menyimpan rasa yang semula tak diinginkannya, kini dia mulai suka pada Putra, namun setelah beberapa hari kemudian, sikap Putra tiba-tiba berubah, dia kini mulai sulit ditemui. Lona pun mulai merasa panik, padahal sebelumnya tak terjadi apa-apa. Karena rasa penasaran yang semakin besar, Lona pun menyanyakan hal itu pada Rudi teman dekatnya Putra.
“Di, mau tanya, ko sekarang Putra sikapnya aneh ya?” akhirnya Lona pun menceritakan perubahan pada diri Putra kepada Rudi.
“Dia lagi ada masalah na ..” Jelas singkat Rudi
“Masalah apa? Ko dia gak cerita?”
“Masalah keluarga, gak tau jelas sich, cuman yang aku tau kayak gitu ..”
“Beneran? Pantesan…” rasa simpati pun mulai muncul dalam hati Lona
Semenjak itu pun Lona tampak memahami perubahan sikap Putra. Hingga suatu hari Lona pun mengirim sms yang ditujukan kepada Putra ..
“Kok sekarang kamu sikapnya beda banget? Kamu sekarang sombong banget ich..” ucap Lona yang merasa sudah akrab.
“Emangnya aku musti gimana? Emang siapa kamu? “
mendengar balasan sms itu, hati lona terasa terhenyak kaget.
“Biasanya kan gak gitu, lagi ada masalah atau kalo boleh tau kamu lagi deket lagi sama orang lain ya ?”
“Nich ya? kalo iya gimana? Bebas kan aku mau deket sama siapa juga? Emang kamu siapa aku?” Mendengar perkataan disms itu, hati Lona seakan hancur tiba-tiba ..
“Ko jadi gini? biasanya juga kan gak gitu”
Semenjak saat itu Lona merasa sudah sangat jauh dengan putra. Melihat Lona yang terus merasa kebingungan, dan terlihat sedih, akhirnya mas Tino pun merasa tak tega.
“Na, kamu sekarang gimana sama Putra? “
“Gak gimana-gimana kok, lagian aku sama dia kan gak ada hubungan apa-apa mas” jawab Lona yang sedang penuh kebingungan itu.
“Tau gak na, sebenernya yang aku denger sich dari Rudi, kemarin-kemarin si Putra balikan lagi sama mantannya yang dulu “
“Masa sich mas?” tiba-tiba hati Lona menyesak
“Iya, itu loch, ceweknya yang minta balikan lagi, sebenernya sich lagi ada masalah, cuman aku juga kurang tau gimana masalahnya, yang jelas sich kayak gitu. Trus ada kabar sich dia mau nikah”
“Apa mas? mau nikah?” seketika suasana seakan berubah menjadi gelap. Badan Lona seakan tak mempunyai kekuatan meskipun hanya sekedar untuk menumpu bebannya. Air matanya kini tak bisa ditahan lagi, Lona pun bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Niatnya kali itu untuk pergi bekerja pun diurungkannya. Dia kini hanya diam dikamarnya, kemudian di tekannya nomor handphone Rudi saat itu.
“Hallo di . “Kamu bohong ya di ?, kamu tau kan soal Putra yang sebenernya dia kenapa? Kenapa kamu gak cerita aja sich?” terdengar isak tangis Lona diseberang telpon Rudi
“Jadi kamu sekarang udah tau, emang kamu tau dari siapa?” suara Rudi tampak gelagapan.
“Mas Tino…kenapa gak cerita aja di? kalo kamu cerita kan aku gak malu kayak gini jadinya? Puas ya kamu udah bikin aku malu banget” Lona terdengar sedikit menahan marahnya.
“Bukan maksud aku kayak gitu na, tapi aku gak tega nyeritainnya sama kamu ..”
“Nich ya, jujur emang menyakitkan di, tapi kalo bohong dan kalo tau dari orang kayak gini, kan lebih menyakitkan, aku kecewa sama kamu di ..”
“Maafin aku ya na aku gak maksud kayak gitu kok..?” Rudi tedengar menyesal
“Yaudahlah….” telpon pun Terputus dan…
“Tok tok tok .. “ suara pintu terdengar, kemudian dibukanya pintu itu
“Mbak ..??” mbak Riana yang terlihat masuk saat itu
“Kenapa nana? bolos kerja ya?” suara mbak Riana terdengar teduh seperti biasanya.
Lona pun mengangguk, kemudian Lona menceritakan semua yang sedang dialaminya
mbak Riana tampak menarik nafas sejenak dan menatap Lona dalam.
“Na, cinta itu sulit sekali di mengerti, dan mungkin sekarang kamu lagi ngerasain hal itu, meskipun awalnya kamu cuman iseng saja atau apapun alasannya, tapi yang jelas itu yang sekarang ini yang sedang kamu rasakan, namun cinta itu tak harus memiliki kok, mungkin ada cinta lain yang akan kamu dapatkan suatu hari nanti, cinta yang lebih baik tentunya. Sudahlah...sayang banget kalo kamu nangis buat orang yang mungkin memikirkanmu sedikit saja mungkin tidak, percayalah… disana, di suatu tempat dan waktu yang tepat nanti, cinta pasti akan berpihak sama kamu ..” mbak Riana coba menenangkan suasana hati Lona yang terlihat biambang itu.
“Bener mbak?” Lona yang tampak memperhatikan itu mulai mengusap air matanya
Mbak Riana mengangguk pelan “ Pesan mbak, kalo mau mencintai, kenali dulu apakah cinta itu layak untuk dicintai atau tidak. Trus jangan terlalu mudah mendengar omongan orang lain, belum tentu itu hal baik, gunakan akal sehat buat mempertimbangkannya, mbak yakin kamu anak yang pintar kok “
“Aku malu mbak, kayak cewek apaan ya aku ini? Tapi aku juga gak bisa bohong mbak, kalo aku…..”ucap Lona ragu ”Aku baru menyadari kalo aku suka sama dia mbak..”lanjutnya…
“Iya, mbak juga ngerti kok, tapi sudahlah… jadikan ini pelajaran yang sangat berharga saja, ingat perjalanan kamu itu masih panjang ..”mbak Riana tersenyum manatap Lona yang sudah dianggap sebagai adiknya itu.
Di peluknya erat sosok perempuan yang ada di hadapanya itu. kemudian Mbak Riana mengusap rambut Lona dengan lembut. Tangis Lona kini tertumpah dengan beribu sesal dihatinya.
Senin, 30 April 2012
DENGAN SEBUAH KATA
Detik-detik kelulusan sekolah tentunya menjadi kebahagiaan tersendiri bagi semua siswa, apalagi bagi siswa menengah pertama yang akan melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Namun kali ini tidak dengan Chika, seorang gadis berparas manis itu harus menelan ludah saat tau kini dia tak bisa melanjutkan sekolah. Semua terasa berat karena kondisi yang tidak mendukung, karena kondisi ayahnya lah dia harus menerima semuanya. Ayahnya yang difonis oleh dokter mengalami kelainan jantung itu tak mampu lagi bekerja sehingga itulah sebab beliau keluarkan dari pekerjaannya sebagai satpam di sebuah rumah elite dua bulan lalu. Tak sedikit orang yang bertanya tentang alasan Chika tak melanjutkan sekolahnya lagi namun dia pun hanya bisa menjawab..”Mungkin lain kali aku bisa bersekolah lagi..” itu jawabannya pada guru-guru dan teman2nya. Memang sangat di sayangkan karena Chika tergolong siswi yang pintar dan sangat berbakat.
“Ka, beneran nich kamu gak mau ngelanjutin sekolah lagi?” tanya Titi teman sekelas sekaligus sahabatnya
“Kalo aku mampu, aku pengen banget ti, tapi ayahku kini udah gak bisa ngebiayaain lagi, hasil jualan ibuku di pakai buat pengobatan bapak, kasian banget ya gua?” Chika terlihat menenggelamkan wajahnya.
“Yang sabar ya ka, pasti kalo gak tahun sekarang, kamu bisa sekolah tahun depan ..”
“Mudah-mudahan aja Ti..”
“Maafin aku ya, aku gak bisa bantu banyak .”
“Gak apa-apa, kamu selama ini udah banyak bantuin aku kok ..”
Pembicaraan kedua sahabat itu pun berhenti saat seorang murid menghampiri mereka.
“Kamu di panggil pak Andi ka ..” ucap seorang anak laki-laki yang juga teman sekelasnya
“Owh iya di, ntar aku kesana ..”
Setelah itu, Chika pun pergi menuju ruang Guru untuk menemui Pak Andi wali kelasnya.
“Maaf pak, bapak manggil saya?” ucap Chika setibanya diruangan itu.
“Iya, bapak cuman mau nanya.. katanya kamu gak bakalan ngelanjutin sekolah ke SMA?”
Chika pun menggangguk mengiyakan. “Aku pengen nyari kerja aja pak..”
“Waah sayang sekali ya, padahal prestasi kamu sangat bagus di sekolah..”
Chika berusaha tersenyum. Setelah itu pembicaraan mereka pun berakhir..
“Iya pak trimakasih ..” dengan perasaan yang sedikit mengambang, Chika pun meninggalkan tempat itu.
Kini perpisahan kelas pun sudah terlewati. Rasa bingung kini hinggap di hati. Sore itu Chika hanya terduduk di depan rumahnya yang terlihat tua itu. Dia hanya termenung mengingat semua yang harus dia tanggalkan.
“Kok dari tadi gue liatin lo bengong aja? Awas loch ntar kesambet tau ..” ucap Kemal teman sekelasnya yang tiba-tiba muncul dihadapannya “Gimana? Lo jadi lanjutin sekolah gak?” lanjutnya.
Chika hanya menggeleng ..”Gue mau nyari kerja aja, tapi gue masih bingung mau kerja dimana..” chika terlihat bimbang “Oiya seingatku paman kamu punya agen Koran kan? Aku boleh gak ngelamar jadi tukang Koran?”
“Hah? Mau kerja jadi tukang Koran? “Kemal terliat terkejut “Aah mana mungkin gue tega ngebiarin lo kerja kayak gituan.”
“Pasti lo bilang gitu dech, gak apa-apa lah Mal.. gue kan cuman lulusan SMP, please bantuin aku ya?”
Karena tidak bisa menolak permintaan sahabatnya itu akhinya Kemal pun mengiyakan “Baiklah gimana lo aja..”
Chika terlihat sumringah ..” Duch..lo emang temen gue yang baeekk bangett ..”
Mereka kemudian berangkat ke tempat Pamannya Kemal itu. sesampainya disana ternyata Chika di perbolehkan untuk berjualan Koran mulai besok, meskipun dalam hatinya terasa berat, tapi dia berusaha tegar.
Hari pertama chika menjajakan Koran di lampu merah, dia terlihat bersemangat sekali..
“Koran… pak… koran..!! ” Chika menghapiri setiap mobil yang berhenti disana ..
“Korannya satu de ?” ucap seorang bapak yang terlihat membukakan jendela mobilnya.
“Baik pak..” dengan semangat dia melangkah. Sebuah Koran pun diberikan ke dalam mobil tersebut, kemudian bapak itu pun memberikan selembar uang 5 ribuan pada Chika.
“Kembaliannya buat kamu aja .”ucap bapak itu
“Makasih pak ?”
Namun sesaat semangat Chika terhenti saat seseorang di samping bapak itu berucap sesuatu kepadanya.
“Iichh kamu itu siswa di sekolahku kan? Ko jualan Koran? brarti aku sekolah disana gak jauh beda sama tukang Koran dong? ichh papah, aku pengen pindah sekolah ah “ucap gadis di sampingnya dengan manja.
“Masa sich? “ saut ayahnya
Perasaan malu bercampur sedih meliputi hati Chika saat itu, dia pun segera menghidar dari tempat dia berdiri. Kini dia merasakan kalo dia dia sangatlah miskin, karena sewaktu bersekolah di SMP nya yang tergolong elite. Chika sadar kalo waktu itu sebagian biayanya dia dapatkan dari beasiswa. Sambil terduduk di pinggir halte yang tak jauh dari temapat tadi, Chika hanya bisa menangis tersedu…
“Lo nangis bukan karena ucapan anak manja tadi kan?” tanya Kemal yang tampak memperhatikan “Chika, hidup itu bukan untuk di tangisi, tapi buat dihadapi, masih banyak hal yang akan terjadi nanti, dan kita kalo ingin memenangkannya harus jadi orang yang kuat, gue banyak belajar tentang hidup dari lo, masa kayak gitu dong lo nangis sich?” tambahnya sambil duduk disamping Chika
“Gue cuman malu Mal, malu banget sama diri gue sendiri..” suaranya terdengar lirih
“Udah jangan di ambil hati, mending lo jualan Koran lagi biar lo dapet duit banyak, lo mau sekolah lagi kan?”
Chika kembali tersenyum, dia melanjutkan kembali ke jalan.
Malam itu Chika bermaksud menyimpan uangnya di celengan, namun terdengar pembicaraan serius di ruang tamu.
“Bapak mau minta maaf ya bu?” suaranya terdengar lirih ..” bapak gak bisa buat ibu dan Chika bahagia, bapak cuman ngerepotin kalian sajah..”
“Udahlah pak, jangan ngomong kayak gitu..kalo Chika denger ntar dia malah jadi tambah sedih..”
“Bapak ngerasa gagal aja bu, Chika nyampe musti berhenti dulu sekolah ..”
Ibunya terlihat termangu. Sedangkan dibalik dinding kamarnya, Chika menangis sebisanya, dia pun memegang erat bantal supaya orang tuanya gak mendengar suara tangisannya itu. sejak saat itu dia pun bertekad untuk mengumpulkan uang supaya bisa sekolah dan membiayai pengobatan ayahnya.
Tak terasa tangisannya membawa dia dalam lelap, hal itu baru disadarinya setelah pagi menyambut dan dia kini harus melanjutkan pekerjaannya kemarin..
“Kamu mau kemana ka?” tanya ibunya yang sedang siap2 pergi berjualan
“Chika udah dapat kerja bu.. nanti Chika ceritanya ya?” ucap Chika yang kemudian pergi
Kali ini Chika tidak berjualan Koran di pinggir jalan, dia sekarang mendapat tugas mengantarkan Koran di komplek perumahan yang ada di ujung jalan. Dengan semangat Chika mengantarkan Koran itu satu persatu hingga selesai namun saat akan mengantarkan Koran terakhir mata Chika seakan terhenti sesaat saat sebuah kolom dibagian depan Koran ..
“Beasiswa… “hatinya sedikit tak percaya..”Ya ampuuun…lagi ada beasiswa buat 2 orang siswa yang mampu mengirimkan cerita pendek paling unik..” dibacanya perlahan isi berita itu
Kemudian Chika pun mencatat alamat tempat mengirimkan lomba itu dan langsung melemparkan Koran itu ke halaman rumah mewah tersebut kemudian segera pergi…
Dengan semangatnya Chika kemudian mengambil hasil karya tulisnya yang ada di lemari, dia sudah sudah tak sabar ingin mendapatkan beasiswa itu dan berharap dapat bersekolah kembali.
“Yappss… ini dia, tulisan cerpenku bulan lalu, semoga mendatangkan keberhasilan “ Chika pun mengambil salah satu dari cerpen yang terlihat tertumpuk itu dan ia segera membungkusnya dengan amplop.
Akhirnya pengiriman pun sudah dilakukan, dengan harap-harap cemas dia harus menunggu satu minggu lagi untuk pengumuman. Sembari menunggu hasilnya nanti Chika mengerjakan pekerjaan mengantarkan Koran seperti biasanya.
Tak jauh beda dengan kemarin, Chika pun harus mengantarkan Koran ke rumah yang sama, dan ketika itu di depan rumah mewah yang sama dengan kemarin itu Chika berdiri. di pandangnya rumah itu jauh kedalam.
“Kapan aku punya rumah kayak gini ya? gede banget ..” bisik hati Chika
Dilemparnya Koran yang dia pegang ke teras rumah itu, segera dia berbalik untuk meninggalkan tempat tersebut namun sesuatu menghentikan langkahnya, matanya tertuju pada sebuah benda yang tergeletak di samping tempat sampah, di raihnya benda tersebut. Sontak saja hal itu membuatnya kaget, karena ternyata benda itu adalah sebuah dompet yang sangat tebal. Tebal dengan segala isinya ..
“Ya ampuun .. uangnya banyak sekali? Ada ATM, SIM dan … “ semua yang dilihatnya membuatnya bergetar. “Pasti pemiliknya ada di rumah ini ..” setelah itu Chika berniat menyerahkan dompet itu pada pemiliknya, tapi seketika niat itu diurungkan. Diambilnya sepedanya yang dari dibiarkan tergeletak. Diayuhnya dengan kecepatan lebih tinggi dari biasanya.
Sepanjang perjalanan bimbang menyelimuti hati Chika.
“Aku gak boleh ngembaliin uang ini, toch dia sudah sangat kaya dengan memiliki rumah mewah itu, paling isi dompet ini hanya sedikit dari apa yang dia miliki, jadi wajar saja aku membawanya pulang ..”Chika bergumam dalam hati
Setelah dari agen untuk melapor, Chika pulang ke rumahnya. Setelah kejadian itu dia hanya diam di kamar. Dipandanginya seisi dompet itu..
“Kalo uang ini aku aku gunakan buat sekolah pasti cukup..” Chika bergumam sendiri ..” Tapii .. aku kan lagi ikutan lomba? Bagaimana kalo aku menang? Aah.. uang ini kugunakan nanti saja kalo sudah ada hasil lomba itu .. ya, pasti itu lebih baik ..” fikirnya
Seminggu pun berlalu. Meskipun hari ini adalah jadwal liburnya, tapi Chika berniat untuk pergi ke agen Koran sekedar melihat hasil pengumuman itu ..
Setibanya disana, Chika langsung masuk..
“Koran pagi ini mana bang? “ucap Chika pada salah seorang tukang Koran lainnya.
Belum sempat menjawab tiba-tiba seseorang masuk ke ruangan itu “Loch ko kamu masuk ka?”
“Aku Cuma ..” Chika mengehentikan kata-katanya .” laah kamu sendiri ngapain disini?” Chika berusaha mengalihkan pembicaraan ..
“aku mau ada perlu sama pamanku, trus kamu sendiri ngapain? Bukannya sekarang kamu libur?” ucap kemal dengan tatapan sedikit aneh
Sepertinya Chika sedikit tak menghiraukan pertanyaanny, dia malah membuka-buka lembar demi lembar Koran pagi itu. matanya kemudian membaca satu demi satu pengumuman yang tertera saat itu. dan ..
“Alhamdulillah …aku dapat beasiswa ..” Chika pun melompat kegirangan “SMA Tunas Bangsa? Inikan sekolah elite “ ucapnya dengan penuh semangat.
Hari itu sangat membahagiakan baginya, Chika pun berniat pulang memberikan kabar baik pada ibu dan bapaknya. Seperti biasa Sepedanya di ayuh dengan kecepatan tinggi, dia sudah tak sabar memberikan kabar membahagiakan itu. namun setibanya di depan rumahnya. Kebingungan kini meliputi hatinya ketika melihat banyak sekali orang yang berdatangan ke rumahnya..
“Ada apa ini pak? Ko banyak sekali orang datang ke rumah saya?” tanya Chika pada salah seorang bapak warga kampung itu.
Pertanyaan Chika pun tak mendapatkan jawaban. Hal itu membuatnya bertambah bingung, dia pun segera masuk. Setiba di pintu rumahnya ibunya datang menghambur ke arah Chika sambil menangis. Ibunya pun memeluknya erat.
Kebingungan itu akhirnya terjawab saat dilihatnya seorang terbaring ditutupi kain sarung di tengah ruang tamu saat itu..
“Innalillahi wainailahi rojiuun ..” hatinya bergetar saat itu..” bapakk …” suara Chika sedikit terpekik, kemudian dia menghampiri jenazah itu. Tangisnya tertumpah saat itu.
Bapaknya kini sudah kembali ke Rahmatullah. Hati Chika terasa sangat sakit, kenyataan di depannya harus dia terima, kenyataan yang lebih pahit di bandingkan saat dia menerima kenyataan tidak melanjutkan lagi sekolah.
“Semua akan kembali kepada sang maha pencipta nak Chika, semoga kalian diberi ketabahan ..” ucap ketua RT saat hadir di pemakaman.
Kini terasa berat rasanya bagi Chika harus kehilangan orang yang belum sempat dibuat bangga olehnya. Rasa sesal itu terus-menerus menggunung di hatinya dan masih terasa hingga kini, meskipun sudah hampir dua minggu berlalu. Pekerjaan Chika hanya melamun, seperti tak bersemangat.
“Memangnya kamu mau sampai kapan kayak gini nak? Sudah beberapa hari ini kamu gak makan nanti sakit” ucap ibunya sambil duduk di samping Chika yang terdiam di teras rumah..
“Ibu kamu benar ka ..” tiba-tiba seseorang ikut nimbrung saat itu
“Nak titi? Nak Kemal? Silahkan masuk?” terlihat sahabat-sahabat chika yang datang saat itu.
“Aku belum sempet ngebanggain bapak, belum sempet ngucapin trimakasih buat dia ..”
“Tapi kita yakin bapakmu itu pasti sudah tau.. kamu itu anak yang cerdas, pintar dan penuh semangat ..pasti bapakmu bangga ..” ucap Kemal penuh semangat
“Iya ka, bener tuch yang di katakan Kemal, kamu musti melanjutkan hidup kamu, kamu masih mau ngelanjutin sekolah kan suatu saat nanti?” titi menambahkan
Tiba-tiba Chika menatap titi dalam ..” sekolah?” saat itu seperti ada yang mengingatkan tentang beasiswa yang dia dapatkan tempo lalu..
Setelah mendengar hal itu Chika langsung bangun dan mengambil sepedanya, diayuhnya sepeda itu menuju tempat sekolah tempat dia mendapat beasiswa nanti.
“Sekolahnya gede bangett ..” gumam Chika dalam hati
Saat itu terlihat banyak sekali orang disana, tanpa mundur sedikitpun Chika berniat untuk mendatangi bagian Administrasi.
“Permisi pak? Bagian administrasi sebelah mana ya?” ucap chika pada seorang bapak yang memakai seragam satpam.
“Iya ada apa?”
“Aku mau daftar ke sekolah ini pak..”
“Ha..ha.. ha.. “ bapak itu tertawa terbahak ”Punya uang berapa kamu? mimpi mau sekolah disini. Udah sana pulang aja, urusin aja tuch sepeda butut kamu itu..” sergah satpam yang terlihat sangar itu ketika melihat sepeda Chika.
“Maaf pak, saya cuman mau nanyain bagian administrasi bukan buat ngomentarin sepeda butut saya, bapak saya juga dulu seorang satpam, tapi dia gak pernah ngehina orang ..”
Satpam itu terlihat kesal mendengar ucapan Chika “Yasudah..masuk saja kedalam, nanti sebelum masuk ke area kelas ada ruang administrasi ..”
“Baik pak, makasih …” Chika pun bergegas masuk kesana.
Setelah menemukan ruang administrasi dia pun menemui petugas disana, terjadi percakapan untuk beberapa menit, dan akhirnya setelah semua beres dia segera keluar. Kali ini Chika tampak lemas.. diingatnya perkataan bagian admin tadi ..
“Maaf de, kamu sudah telat menukar voucer beasiswanya. Seharusnya itu ditukarkan 4 hari yang lalu ..” itu yang di dengarnya tadi
Kini Chika bertambah bingung, dia semakin tak tau harus berbuat apa. Dengan perasaan kecewa Chika pun kembali ke rumahnya. Hingga sore datang Chika masih terduduk dikasurnya, kini dirasakannya tak ada harapan lagi baginya untuk bersekolah lagi tahun ini.
“Mungkin lain kali aku bisa bersekolah ..” ucap Chika dengan nada lirih
Kemudian dipandanginya semua yang ada di sekitarnya. Semua tampak mati baginya, buku-buku pelajaran yang tertata rapih, seragam yang masih tergantung, kini harus dia tunda bersama harapanya saat ini, sampai akhirnya mata Chika terpaku pada satu titik.
“Dompet ..!! “ dia baru ingat kalo dia pernah menemukan sebuah dompet
Segera dibukanya dompet itu..
“Ya tuhan .. apa harus kugunakan saja uang ini..?” Chika terlihat bimbang ..
Fikirannya terus berkelana jauh kesana..
“Tok… tok .. tok ..” suara ketukan pintu kamar terdengar ”Chika ?” ibunya yang memanggil..
Seketika fikirannya buyar, dengan cepat dia menyembunyikan dompet itu di balik bantal..
“Iya bu ..” Chika kemudian membuka pintu kamarnya
“Kamu udah makan? “
Chika menggeleng ..
Ibunya mengehela nafas pendek kemudian..
” Ini ada sebuah buku milik bapakmu, kali aja ada hal penting yang ingin dia sampaikan kemadamu, bukalah…”
Chika pun meraih buku itu terus dibacanya. Lembar demi lembar tidaklah terlalu berarti, hanya catatan biasa mengenai semua yang pernah dikerjakan bapaknya, hingga Chika pun berhenti di sebuah lembar bagian paling tengah. Kemudian disimaknya dengan baik.
“Maafkan aku ketika aku tak bisa memberikan yang terbaik untuk kalian, maafkan aku hingga ujung hidupku nanti tidaklah panjang, tapi yang perlu kalian tau aku sangat menyayangi kalian ..
Yang bisa ku titipkankan bukanlah harta, bukan juga tahta, namun hanya sebuah kata ”hiduplah dengan jujur..” karena kejujuran itu yang akan membawamu pada apa yang belum kau fikirkan sebelumnya, pada apa yang tak pernah ternilai oleh harta sekali pun ..”
Membaca tulisan ayahnya tersebut, Chika tak mampu membandung lagi tangisnya.
“Chika bangga sama bapak bu ..” ucap Chika sangat erat
“Bapakmu pasti tau soal itu ..”
Setelah itu Chika pun bertekad untuk mengembalikan dompet itu, dia kembali mengayuh sepedanya menuju rumah mewah di komplek perumahan saat dia menemukan dompet itu. Langkahnya sedikit ragu saat menuju pos satpam di rumah itu.
“Permisi pak ..?”
“Iya ada apa de..?” ucap bapak itu ramah
“Saya…“tenggorokan Chika serasa tersekat”Ayoo Chika kembalikan, ini bukan hak kamu ..”bisiknya dalam hati..”Saya mau mengembalikan dompet ini pak, ini punya bapak yang punya rumah ini..”Lanjutnya
“Itu dompet majikan saya kan? Owhh.. jadi kamu yang menemukan dompet ini?”
“Iya pak, saya menemukannya sewaktu saya mengantarkan Koran kesini, tepatnya di depan sana..” sambil menunjuk ke pinggir jalan..”Silahkan bapak chek dulu barangkali ada yang hilang, dan tolong sampaikan maaf saya ya pak sama pemilik dompet itu, maaf karena saya kelamaan ngembaliin, karena awalnya saya berniat buat menggunakan uang ini, tapi saya sadar ini bukan hak saya ..” Chika terlihat tertunduk
“Baiklah, yang berhak menghukum atau tidaknya itu bukan saya, tapi bos saya pemilik dompet ini. sekarang kamu tulis saja identitas kamu..?”
“Baik pak …” Chika pun menulisnya di sebuah kertas
Setelah semuanya beres akhirnya Chika pergi dari tempat itu, rasanya satu persatu beban seperti hilang di hatinya. Dan keesokan harinya Chika tidak pergi mengantarkan Koran dia berniat membantu ibunya berjualan di warung kecilnya dekat persimpangan jalan.
“Chika ..!!” terlihat titi dengan sejumlah kantong keresek di tangannya
Chika membalasnya dengan senyum.
“Ini buat kamu sama ibumu titipan dari mamaku ..” ucap Titi sembari meyodorkan beberapa kantong keresek
Tak ada komentar apapun, Chika kali itu hanya terdiam.
“Weeii.. jangan bengong gitu, ibu kamu mana?”
Tak lama terlihat ibunya Chika keluar dari bagian dapur warung itu.
“Bu ini ada titipan dari mama ..?”
“Ya ampun mama kamu repot-repot kayak gini?”
“Gak apa-apa bu, ibu sama Chika kan udah kami anggep kayak sodara ..”Titi terlihat bersemangat
Disela-sela saat itu, terlihat sebuah mobil sedan hitam berhenti didepan warung Chika. Semua yang ada disana terdiam sejenak, dan terlihat beberapa orang keluar dari mobil itu..
“Haii semuanya ..?” Kemal ternyata, dia turun dari mobil bersama seorang bapak dan seorang supir.
“Kemal ..?” Chika terlihat bingung ..”Kamu datang sama siapa?” lanjutnya
“Ini ayahku ka, dia kesini mau nyampein sesuatu..”
“Jadi kamu yang punya di rumah itu?” tanya Chika dengan Serius dan melanjutkan pembicaraannya “Bapak ada perlu sama saya? Silahkan duduk pak” Chika menyilahkan
“Iya makasih nak.. kemarin kata satpam ada yang mengembalikan dompet bapak, sangat bangga sama kamu, dan katanya kamu udah jujur dan bapak sangat menghargai itu. Trimakasih ya? trus bapak denger dari Kemal kalo kamu ingin bersekolah lagi, benarkah?”
Chika hanya terdiam
“Saya sudah mendaftarkan kamu satu sekolah sama Kemal di SMA Tunas Bangsa sampai kamu kuliah nanti, bapak harap kamu menerimanya sebagai ucapan terimakasih..”lanjut bapak itu
“Apa? Beasiswa? Apa itu gak berlebihan pak?” Chika masih belum percaya dengan apa yang dia dengar saat itu.
“Enggak ko itu anggap aja karena selama ini kamu sudah menjadi teman yang baik dengan anak saya..”
Seketika rasa haru menyelimuti hatinya, terasa seperti mimpi kini dia akan bersekolah kembali. Tak bisa di bendungnya kebahagiaannya saat itu dia pun menghambur memeluk sang ibu…
“Terimakasih pak ..terimakasih banyak buat semuanya..” Chika terlihat sangat bahagia
Semenjak saat itu, dia yakin akan sebuah kejujuran yang dikatakan ayahnya..
“Ka, beneran nich kamu gak mau ngelanjutin sekolah lagi?” tanya Titi teman sekelas sekaligus sahabatnya
“Kalo aku mampu, aku pengen banget ti, tapi ayahku kini udah gak bisa ngebiayaain lagi, hasil jualan ibuku di pakai buat pengobatan bapak, kasian banget ya gua?” Chika terlihat menenggelamkan wajahnya.
“Yang sabar ya ka, pasti kalo gak tahun sekarang, kamu bisa sekolah tahun depan ..”
“Mudah-mudahan aja Ti..”
“Maafin aku ya, aku gak bisa bantu banyak .”
“Gak apa-apa, kamu selama ini udah banyak bantuin aku kok ..”
Pembicaraan kedua sahabat itu pun berhenti saat seorang murid menghampiri mereka.
“Kamu di panggil pak Andi ka ..” ucap seorang anak laki-laki yang juga teman sekelasnya
“Owh iya di, ntar aku kesana ..”
Setelah itu, Chika pun pergi menuju ruang Guru untuk menemui Pak Andi wali kelasnya.
“Maaf pak, bapak manggil saya?” ucap Chika setibanya diruangan itu.
“Iya, bapak cuman mau nanya.. katanya kamu gak bakalan ngelanjutin sekolah ke SMA?”
Chika pun menggangguk mengiyakan. “Aku pengen nyari kerja aja pak..”
“Waah sayang sekali ya, padahal prestasi kamu sangat bagus di sekolah..”
Chika berusaha tersenyum. Setelah itu pembicaraan mereka pun berakhir..
“Iya pak trimakasih ..” dengan perasaan yang sedikit mengambang, Chika pun meninggalkan tempat itu.
Kini perpisahan kelas pun sudah terlewati. Rasa bingung kini hinggap di hati. Sore itu Chika hanya terduduk di depan rumahnya yang terlihat tua itu. Dia hanya termenung mengingat semua yang harus dia tanggalkan.
“Kok dari tadi gue liatin lo bengong aja? Awas loch ntar kesambet tau ..” ucap Kemal teman sekelasnya yang tiba-tiba muncul dihadapannya “Gimana? Lo jadi lanjutin sekolah gak?” lanjutnya.
Chika hanya menggeleng ..”Gue mau nyari kerja aja, tapi gue masih bingung mau kerja dimana..” chika terlihat bimbang “Oiya seingatku paman kamu punya agen Koran kan? Aku boleh gak ngelamar jadi tukang Koran?”
“Hah? Mau kerja jadi tukang Koran? “Kemal terliat terkejut “Aah mana mungkin gue tega ngebiarin lo kerja kayak gituan.”
“Pasti lo bilang gitu dech, gak apa-apa lah Mal.. gue kan cuman lulusan SMP, please bantuin aku ya?”
Karena tidak bisa menolak permintaan sahabatnya itu akhinya Kemal pun mengiyakan “Baiklah gimana lo aja..”
Chika terlihat sumringah ..” Duch..lo emang temen gue yang baeekk bangett ..”
Mereka kemudian berangkat ke tempat Pamannya Kemal itu. sesampainya disana ternyata Chika di perbolehkan untuk berjualan Koran mulai besok, meskipun dalam hatinya terasa berat, tapi dia berusaha tegar.
Hari pertama chika menjajakan Koran di lampu merah, dia terlihat bersemangat sekali..
“Koran… pak… koran..!! ” Chika menghapiri setiap mobil yang berhenti disana ..
“Korannya satu de ?” ucap seorang bapak yang terlihat membukakan jendela mobilnya.
“Baik pak..” dengan semangat dia melangkah. Sebuah Koran pun diberikan ke dalam mobil tersebut, kemudian bapak itu pun memberikan selembar uang 5 ribuan pada Chika.
“Kembaliannya buat kamu aja .”ucap bapak itu
“Makasih pak ?”
Namun sesaat semangat Chika terhenti saat seseorang di samping bapak itu berucap sesuatu kepadanya.
“Iichh kamu itu siswa di sekolahku kan? Ko jualan Koran? brarti aku sekolah disana gak jauh beda sama tukang Koran dong? ichh papah, aku pengen pindah sekolah ah “ucap gadis di sampingnya dengan manja.
“Masa sich? “ saut ayahnya
Perasaan malu bercampur sedih meliputi hati Chika saat itu, dia pun segera menghidar dari tempat dia berdiri. Kini dia merasakan kalo dia dia sangatlah miskin, karena sewaktu bersekolah di SMP nya yang tergolong elite. Chika sadar kalo waktu itu sebagian biayanya dia dapatkan dari beasiswa. Sambil terduduk di pinggir halte yang tak jauh dari temapat tadi, Chika hanya bisa menangis tersedu…
“Lo nangis bukan karena ucapan anak manja tadi kan?” tanya Kemal yang tampak memperhatikan “Chika, hidup itu bukan untuk di tangisi, tapi buat dihadapi, masih banyak hal yang akan terjadi nanti, dan kita kalo ingin memenangkannya harus jadi orang yang kuat, gue banyak belajar tentang hidup dari lo, masa kayak gitu dong lo nangis sich?” tambahnya sambil duduk disamping Chika
“Gue cuman malu Mal, malu banget sama diri gue sendiri..” suaranya terdengar lirih
“Udah jangan di ambil hati, mending lo jualan Koran lagi biar lo dapet duit banyak, lo mau sekolah lagi kan?”
Chika kembali tersenyum, dia melanjutkan kembali ke jalan.
Malam itu Chika bermaksud menyimpan uangnya di celengan, namun terdengar pembicaraan serius di ruang tamu.
“Bapak mau minta maaf ya bu?” suaranya terdengar lirih ..” bapak gak bisa buat ibu dan Chika bahagia, bapak cuman ngerepotin kalian sajah..”
“Udahlah pak, jangan ngomong kayak gitu..kalo Chika denger ntar dia malah jadi tambah sedih..”
“Bapak ngerasa gagal aja bu, Chika nyampe musti berhenti dulu sekolah ..”
Ibunya terlihat termangu. Sedangkan dibalik dinding kamarnya, Chika menangis sebisanya, dia pun memegang erat bantal supaya orang tuanya gak mendengar suara tangisannya itu. sejak saat itu dia pun bertekad untuk mengumpulkan uang supaya bisa sekolah dan membiayai pengobatan ayahnya.
Tak terasa tangisannya membawa dia dalam lelap, hal itu baru disadarinya setelah pagi menyambut dan dia kini harus melanjutkan pekerjaannya kemarin..
“Kamu mau kemana ka?” tanya ibunya yang sedang siap2 pergi berjualan
“Chika udah dapat kerja bu.. nanti Chika ceritanya ya?” ucap Chika yang kemudian pergi
Kali ini Chika tidak berjualan Koran di pinggir jalan, dia sekarang mendapat tugas mengantarkan Koran di komplek perumahan yang ada di ujung jalan. Dengan semangat Chika mengantarkan Koran itu satu persatu hingga selesai namun saat akan mengantarkan Koran terakhir mata Chika seakan terhenti sesaat saat sebuah kolom dibagian depan Koran ..
“Beasiswa… “hatinya sedikit tak percaya..”Ya ampuuun…lagi ada beasiswa buat 2 orang siswa yang mampu mengirimkan cerita pendek paling unik..” dibacanya perlahan isi berita itu
Kemudian Chika pun mencatat alamat tempat mengirimkan lomba itu dan langsung melemparkan Koran itu ke halaman rumah mewah tersebut kemudian segera pergi…
Dengan semangatnya Chika kemudian mengambil hasil karya tulisnya yang ada di lemari, dia sudah sudah tak sabar ingin mendapatkan beasiswa itu dan berharap dapat bersekolah kembali.
“Yappss… ini dia, tulisan cerpenku bulan lalu, semoga mendatangkan keberhasilan “ Chika pun mengambil salah satu dari cerpen yang terlihat tertumpuk itu dan ia segera membungkusnya dengan amplop.
Akhirnya pengiriman pun sudah dilakukan, dengan harap-harap cemas dia harus menunggu satu minggu lagi untuk pengumuman. Sembari menunggu hasilnya nanti Chika mengerjakan pekerjaan mengantarkan Koran seperti biasanya.
Tak jauh beda dengan kemarin, Chika pun harus mengantarkan Koran ke rumah yang sama, dan ketika itu di depan rumah mewah yang sama dengan kemarin itu Chika berdiri. di pandangnya rumah itu jauh kedalam.
“Kapan aku punya rumah kayak gini ya? gede banget ..” bisik hati Chika
Dilemparnya Koran yang dia pegang ke teras rumah itu, segera dia berbalik untuk meninggalkan tempat tersebut namun sesuatu menghentikan langkahnya, matanya tertuju pada sebuah benda yang tergeletak di samping tempat sampah, di raihnya benda tersebut. Sontak saja hal itu membuatnya kaget, karena ternyata benda itu adalah sebuah dompet yang sangat tebal. Tebal dengan segala isinya ..
“Ya ampuun .. uangnya banyak sekali? Ada ATM, SIM dan … “ semua yang dilihatnya membuatnya bergetar. “Pasti pemiliknya ada di rumah ini ..” setelah itu Chika berniat menyerahkan dompet itu pada pemiliknya, tapi seketika niat itu diurungkan. Diambilnya sepedanya yang dari dibiarkan tergeletak. Diayuhnya dengan kecepatan lebih tinggi dari biasanya.
Sepanjang perjalanan bimbang menyelimuti hati Chika.
“Aku gak boleh ngembaliin uang ini, toch dia sudah sangat kaya dengan memiliki rumah mewah itu, paling isi dompet ini hanya sedikit dari apa yang dia miliki, jadi wajar saja aku membawanya pulang ..”Chika bergumam dalam hati
Setelah dari agen untuk melapor, Chika pulang ke rumahnya. Setelah kejadian itu dia hanya diam di kamar. Dipandanginya seisi dompet itu..
“Kalo uang ini aku aku gunakan buat sekolah pasti cukup..” Chika bergumam sendiri ..” Tapii .. aku kan lagi ikutan lomba? Bagaimana kalo aku menang? Aah.. uang ini kugunakan nanti saja kalo sudah ada hasil lomba itu .. ya, pasti itu lebih baik ..” fikirnya
Seminggu pun berlalu. Meskipun hari ini adalah jadwal liburnya, tapi Chika berniat untuk pergi ke agen Koran sekedar melihat hasil pengumuman itu ..
Setibanya disana, Chika langsung masuk..
“Koran pagi ini mana bang? “ucap Chika pada salah seorang tukang Koran lainnya.
Belum sempat menjawab tiba-tiba seseorang masuk ke ruangan itu “Loch ko kamu masuk ka?”
“Aku Cuma ..” Chika mengehentikan kata-katanya .” laah kamu sendiri ngapain disini?” Chika berusaha mengalihkan pembicaraan ..
“aku mau ada perlu sama pamanku, trus kamu sendiri ngapain? Bukannya sekarang kamu libur?” ucap kemal dengan tatapan sedikit aneh
Sepertinya Chika sedikit tak menghiraukan pertanyaanny, dia malah membuka-buka lembar demi lembar Koran pagi itu. matanya kemudian membaca satu demi satu pengumuman yang tertera saat itu. dan ..
“Alhamdulillah …aku dapat beasiswa ..” Chika pun melompat kegirangan “SMA Tunas Bangsa? Inikan sekolah elite “ ucapnya dengan penuh semangat.
Hari itu sangat membahagiakan baginya, Chika pun berniat pulang memberikan kabar baik pada ibu dan bapaknya. Seperti biasa Sepedanya di ayuh dengan kecepatan tinggi, dia sudah tak sabar memberikan kabar membahagiakan itu. namun setibanya di depan rumahnya. Kebingungan kini meliputi hatinya ketika melihat banyak sekali orang yang berdatangan ke rumahnya..
“Ada apa ini pak? Ko banyak sekali orang datang ke rumah saya?” tanya Chika pada salah seorang bapak warga kampung itu.
Pertanyaan Chika pun tak mendapatkan jawaban. Hal itu membuatnya bertambah bingung, dia pun segera masuk. Setiba di pintu rumahnya ibunya datang menghambur ke arah Chika sambil menangis. Ibunya pun memeluknya erat.
Kebingungan itu akhirnya terjawab saat dilihatnya seorang terbaring ditutupi kain sarung di tengah ruang tamu saat itu..
“Innalillahi wainailahi rojiuun ..” hatinya bergetar saat itu..” bapakk …” suara Chika sedikit terpekik, kemudian dia menghampiri jenazah itu. Tangisnya tertumpah saat itu.
Bapaknya kini sudah kembali ke Rahmatullah. Hati Chika terasa sangat sakit, kenyataan di depannya harus dia terima, kenyataan yang lebih pahit di bandingkan saat dia menerima kenyataan tidak melanjutkan lagi sekolah.
“Semua akan kembali kepada sang maha pencipta nak Chika, semoga kalian diberi ketabahan ..” ucap ketua RT saat hadir di pemakaman.
Kini terasa berat rasanya bagi Chika harus kehilangan orang yang belum sempat dibuat bangga olehnya. Rasa sesal itu terus-menerus menggunung di hatinya dan masih terasa hingga kini, meskipun sudah hampir dua minggu berlalu. Pekerjaan Chika hanya melamun, seperti tak bersemangat.
“Memangnya kamu mau sampai kapan kayak gini nak? Sudah beberapa hari ini kamu gak makan nanti sakit” ucap ibunya sambil duduk di samping Chika yang terdiam di teras rumah..
“Ibu kamu benar ka ..” tiba-tiba seseorang ikut nimbrung saat itu
“Nak titi? Nak Kemal? Silahkan masuk?” terlihat sahabat-sahabat chika yang datang saat itu.
“Aku belum sempet ngebanggain bapak, belum sempet ngucapin trimakasih buat dia ..”
“Tapi kita yakin bapakmu itu pasti sudah tau.. kamu itu anak yang cerdas, pintar dan penuh semangat ..pasti bapakmu bangga ..” ucap Kemal penuh semangat
“Iya ka, bener tuch yang di katakan Kemal, kamu musti melanjutkan hidup kamu, kamu masih mau ngelanjutin sekolah kan suatu saat nanti?” titi menambahkan
Tiba-tiba Chika menatap titi dalam ..” sekolah?” saat itu seperti ada yang mengingatkan tentang beasiswa yang dia dapatkan tempo lalu..
Setelah mendengar hal itu Chika langsung bangun dan mengambil sepedanya, diayuhnya sepeda itu menuju tempat sekolah tempat dia mendapat beasiswa nanti.
“Sekolahnya gede bangett ..” gumam Chika dalam hati
Saat itu terlihat banyak sekali orang disana, tanpa mundur sedikitpun Chika berniat untuk mendatangi bagian Administrasi.
“Permisi pak? Bagian administrasi sebelah mana ya?” ucap chika pada seorang bapak yang memakai seragam satpam.
“Iya ada apa?”
“Aku mau daftar ke sekolah ini pak..”
“Ha..ha.. ha.. “ bapak itu tertawa terbahak ”Punya uang berapa kamu? mimpi mau sekolah disini. Udah sana pulang aja, urusin aja tuch sepeda butut kamu itu..” sergah satpam yang terlihat sangar itu ketika melihat sepeda Chika.
“Maaf pak, saya cuman mau nanyain bagian administrasi bukan buat ngomentarin sepeda butut saya, bapak saya juga dulu seorang satpam, tapi dia gak pernah ngehina orang ..”
Satpam itu terlihat kesal mendengar ucapan Chika “Yasudah..masuk saja kedalam, nanti sebelum masuk ke area kelas ada ruang administrasi ..”
“Baik pak, makasih …” Chika pun bergegas masuk kesana.
Setelah menemukan ruang administrasi dia pun menemui petugas disana, terjadi percakapan untuk beberapa menit, dan akhirnya setelah semua beres dia segera keluar. Kali ini Chika tampak lemas.. diingatnya perkataan bagian admin tadi ..
“Maaf de, kamu sudah telat menukar voucer beasiswanya. Seharusnya itu ditukarkan 4 hari yang lalu ..” itu yang di dengarnya tadi
Kini Chika bertambah bingung, dia semakin tak tau harus berbuat apa. Dengan perasaan kecewa Chika pun kembali ke rumahnya. Hingga sore datang Chika masih terduduk dikasurnya, kini dirasakannya tak ada harapan lagi baginya untuk bersekolah lagi tahun ini.
“Mungkin lain kali aku bisa bersekolah ..” ucap Chika dengan nada lirih
Kemudian dipandanginya semua yang ada di sekitarnya. Semua tampak mati baginya, buku-buku pelajaran yang tertata rapih, seragam yang masih tergantung, kini harus dia tunda bersama harapanya saat ini, sampai akhirnya mata Chika terpaku pada satu titik.
“Dompet ..!! “ dia baru ingat kalo dia pernah menemukan sebuah dompet
Segera dibukanya dompet itu..
“Ya tuhan .. apa harus kugunakan saja uang ini..?” Chika terlihat bimbang ..
Fikirannya terus berkelana jauh kesana..
“Tok… tok .. tok ..” suara ketukan pintu kamar terdengar ”Chika ?” ibunya yang memanggil..
Seketika fikirannya buyar, dengan cepat dia menyembunyikan dompet itu di balik bantal..
“Iya bu ..” Chika kemudian membuka pintu kamarnya
“Kamu udah makan? “
Chika menggeleng ..
Ibunya mengehela nafas pendek kemudian..
” Ini ada sebuah buku milik bapakmu, kali aja ada hal penting yang ingin dia sampaikan kemadamu, bukalah…”
Chika pun meraih buku itu terus dibacanya. Lembar demi lembar tidaklah terlalu berarti, hanya catatan biasa mengenai semua yang pernah dikerjakan bapaknya, hingga Chika pun berhenti di sebuah lembar bagian paling tengah. Kemudian disimaknya dengan baik.
“Maafkan aku ketika aku tak bisa memberikan yang terbaik untuk kalian, maafkan aku hingga ujung hidupku nanti tidaklah panjang, tapi yang perlu kalian tau aku sangat menyayangi kalian ..
Yang bisa ku titipkankan bukanlah harta, bukan juga tahta, namun hanya sebuah kata ”hiduplah dengan jujur..” karena kejujuran itu yang akan membawamu pada apa yang belum kau fikirkan sebelumnya, pada apa yang tak pernah ternilai oleh harta sekali pun ..”
Membaca tulisan ayahnya tersebut, Chika tak mampu membandung lagi tangisnya.
“Chika bangga sama bapak bu ..” ucap Chika sangat erat
“Bapakmu pasti tau soal itu ..”
Setelah itu Chika pun bertekad untuk mengembalikan dompet itu, dia kembali mengayuh sepedanya menuju rumah mewah di komplek perumahan saat dia menemukan dompet itu. Langkahnya sedikit ragu saat menuju pos satpam di rumah itu.
“Permisi pak ..?”
“Iya ada apa de..?” ucap bapak itu ramah
“Saya…“tenggorokan Chika serasa tersekat”Ayoo Chika kembalikan, ini bukan hak kamu ..”bisiknya dalam hati..”Saya mau mengembalikan dompet ini pak, ini punya bapak yang punya rumah ini..”Lanjutnya
“Itu dompet majikan saya kan? Owhh.. jadi kamu yang menemukan dompet ini?”
“Iya pak, saya menemukannya sewaktu saya mengantarkan Koran kesini, tepatnya di depan sana..” sambil menunjuk ke pinggir jalan..”Silahkan bapak chek dulu barangkali ada yang hilang, dan tolong sampaikan maaf saya ya pak sama pemilik dompet itu, maaf karena saya kelamaan ngembaliin, karena awalnya saya berniat buat menggunakan uang ini, tapi saya sadar ini bukan hak saya ..” Chika terlihat tertunduk
“Baiklah, yang berhak menghukum atau tidaknya itu bukan saya, tapi bos saya pemilik dompet ini. sekarang kamu tulis saja identitas kamu..?”
“Baik pak …” Chika pun menulisnya di sebuah kertas
Setelah semuanya beres akhirnya Chika pergi dari tempat itu, rasanya satu persatu beban seperti hilang di hatinya. Dan keesokan harinya Chika tidak pergi mengantarkan Koran dia berniat membantu ibunya berjualan di warung kecilnya dekat persimpangan jalan.
“Chika ..!!” terlihat titi dengan sejumlah kantong keresek di tangannya
Chika membalasnya dengan senyum.
“Ini buat kamu sama ibumu titipan dari mamaku ..” ucap Titi sembari meyodorkan beberapa kantong keresek
Tak ada komentar apapun, Chika kali itu hanya terdiam.
“Weeii.. jangan bengong gitu, ibu kamu mana?”
Tak lama terlihat ibunya Chika keluar dari bagian dapur warung itu.
“Bu ini ada titipan dari mama ..?”
“Ya ampun mama kamu repot-repot kayak gini?”
“Gak apa-apa bu, ibu sama Chika kan udah kami anggep kayak sodara ..”Titi terlihat bersemangat
Disela-sela saat itu, terlihat sebuah mobil sedan hitam berhenti didepan warung Chika. Semua yang ada disana terdiam sejenak, dan terlihat beberapa orang keluar dari mobil itu..
“Haii semuanya ..?” Kemal ternyata, dia turun dari mobil bersama seorang bapak dan seorang supir.
“Kemal ..?” Chika terlihat bingung ..”Kamu datang sama siapa?” lanjutnya
“Ini ayahku ka, dia kesini mau nyampein sesuatu..”
“Jadi kamu yang punya di rumah itu?” tanya Chika dengan Serius dan melanjutkan pembicaraannya “Bapak ada perlu sama saya? Silahkan duduk pak” Chika menyilahkan
“Iya makasih nak.. kemarin kata satpam ada yang mengembalikan dompet bapak, sangat bangga sama kamu, dan katanya kamu udah jujur dan bapak sangat menghargai itu. Trimakasih ya? trus bapak denger dari Kemal kalo kamu ingin bersekolah lagi, benarkah?”
Chika hanya terdiam
“Saya sudah mendaftarkan kamu satu sekolah sama Kemal di SMA Tunas Bangsa sampai kamu kuliah nanti, bapak harap kamu menerimanya sebagai ucapan terimakasih..”lanjut bapak itu
“Apa? Beasiswa? Apa itu gak berlebihan pak?” Chika masih belum percaya dengan apa yang dia dengar saat itu.
“Enggak ko itu anggap aja karena selama ini kamu sudah menjadi teman yang baik dengan anak saya..”
Seketika rasa haru menyelimuti hatinya, terasa seperti mimpi kini dia akan bersekolah kembali. Tak bisa di bendungnya kebahagiaannya saat itu dia pun menghambur memeluk sang ibu…
“Terimakasih pak ..terimakasih banyak buat semuanya..” Chika terlihat sangat bahagia
Semenjak saat itu, dia yakin akan sebuah kejujuran yang dikatakan ayahnya..
Untuk kali ini dan akan selalu begitu
ya Tuhanku, aku ikhlas dengan apa yang aku jalani
tak kan kubuka lagi apa yang dulu sempat tersimpan dalam hati
tak akan ku ungkit lagi meskipun itu hanya dalam mimpi
aku ikhlas dengan semuanya ..
beri aku kesempatan dengan apa yang aku inginkan
dengan apa yang aku harapkan
untuk dikali ini
aku benar2 ikhlas
maka yang ku pinta
berikan semua itu tanpa bayang seperti masa laluku
ya Allah ya Rabb. aku kadang tak mampu mengendalikan hatiku
aku tak mampu mengendalikan perasaanku
namun kali ini
aku setuju denganmu
dan akan selalu begitu ..
tak kan kubuka lagi apa yang dulu sempat tersimpan dalam hati
tak akan ku ungkit lagi meskipun itu hanya dalam mimpi
aku ikhlas dengan semuanya ..
beri aku kesempatan dengan apa yang aku inginkan
dengan apa yang aku harapkan
untuk dikali ini
aku benar2 ikhlas
maka yang ku pinta
berikan semua itu tanpa bayang seperti masa laluku
ya Allah ya Rabb. aku kadang tak mampu mengendalikan hatiku
aku tak mampu mengendalikan perasaanku
namun kali ini
aku setuju denganmu
dan akan selalu begitu ..
20 hari
Aku adalah gadis biasa dari sebuah kota terpencil, panggil saja Airi. Aku hanya ingin bercerita tentang sesuatu yang sangat berharga namun terlewati. Terlewati karena mungkin hal itu tak mungkin kembali, terlewati karena waktu yang semakin melaju tanpa henti dan merasa lelah tanpa ingin menungguku meski sejenak saja.
Malam itu handphone ku berdering tanda sms masuk, kalo tidak salah ku setting nada sms streetwise di handphone monophonicku saat itu. Maklumlah hanya handphone dengan tipe lumayan jadul itulah satu-satunya barang berharga yang ku bawa dari rumah, meski seperti itu, namun handphone itu yang selalu menemaniku, sampai - sampai selalu menjadi teman tidurku di 1 tahun belakangan ini. Kuraih handphone itu yang dari tadi siang ku geletakkan di atas kasur yang tidak mempunyai dipan itu, kasur pinjaman dari pak Haji pemilik kontrakan yang ku tempati saat ini. Saat sebuah nama tertera di layar handphone ku itu, hatiku sudah bisa menebak apa isi sms itu. Ku buka perlahan dan ternyata benar.
“Teh kapan pulang?” pertanyaan yang sama beberapa hari ini yang kudapatkan. Adikku belakangan ini selalu menanyakan hal itu. Ku tatap dalam - dalam sms itu. Jari – jari tanganku menggenggam erat handphone mungil itu. Ingin rasanya di saat seperti itu tiba, aku berada di tempat mereka berada, ditempat orang – orang yang selalu mengharapkanku pulang, keluargaku.
Ku rubah posisi ku saat itu, sedikit melepas lelah kurebahkan tubuhku di kasur, kurasa kan semuanya semakin tak berdaya.
Beberapa saat, ku mainkan jari-jemariku di atas tombol handphone itu, ku ketikkan satu demi satu beberapa hurup “Insya Allah teteh pulang …” aku berhenti sejenak, sembari memikirkan jawaban yang harus ku berikan pada adikku. Hingga kemudian sms itu ku lanjutkan kembali” ….akhir bulan bi, pas ulang tahun aza ya? mau kado ultah apa?”, dan kemudian sms pun terkirim. Beberapa saat ku dapati sms balasan “Hehe..pengen di beliin bola basket teh, eh tapi sekarang mataku sedikit minus, pengen periksa, yaudah hadiahnya kaca mata aza ya? :D” . hatikku terasa senang sekaligus bimbang, sms pun ku balas kembali..”Iya, insya Allah nanti kaca mata aza..”
Fikiranku menerawang jauh ke sana, seketika terbayang jelas raut wajah adikku yang masih terlihat polos itu menghampiri khayalanku, meski umurnya sudah 16 tahun di selalu di anggap seperti anak kecil. Kekhawatiran aku, ibu dan bapakku sangatlah besar pada si bungsu ini, ya mungkin karena sikapnya yang penurut dan tak seperti yang lain, kadang membuat kami semakin memberikan batasan ini itu.
Sms pun ku dapati kembali, “Asyiiik, cepetan pulangnya okeh? ” adikku sepertinya bahagia mendapat sms ku tadi.
Handphone pun tak berdering lagi, mungkin karena waktu sudah semakin larut dan mungkin kini adikku sudah tertidur karena besok harus sekolah. Kemudian tanganku pun menekan tombol handphone, sampai jam di handphone terlihat jelas, pukul 9 malam ternyata. Aku menghela nafas sebentar, mataku sudah terasa sepat namun aku tak boleh tertidur, karena masih banyak yang harus ku kerjakan di aktifitas malam itu. malam ketika ku harus pergi bekerja.
Suasana sepi semakin mencekam saat aku berangkat bekerja, mungkin karena kontrakanku tak jauh dari lokasi tempat pemakaman umum, atau juga mungkin karena tinggal aku sendiri di kontrakan itu, hampir semua seisi kontrakan pergi bekerja shift 2, entah kenapa hatiku berubah tak nyaman. Kembali teringat adikku disana, kucoba fokuskan pada pekerjaan yang kini harus ku bereskan. Namun di tengah kesibukkan ku, tiba-tiba handpone ku yang ku letakkan di sampingku di atas meja tempat kerjaku itu tak sengaja tersenggol sampai terbalik, dan seketika mati, hatiku tiba-tiba memanas dan merasa panik, semua kebingungan menghampiriku, ketakutan pun ikut disana bersama keringat dingin yang tiba-tiba muncul. Suasana malam saat itu tepat pukul 1 malam saat ku tanyakan jam pada rekan kerjaku. Malam yang aneh kurasakan. Kemudian aku pun mengutak-ngatik handphone ku yang mati tadi, ku buka baterainya sebentar, ku coba masukkan kembali dan “ Akhirnya..” ternyata bisa nyala kembali, ”Huft” aku menghela nafas lumayan panjang, hatiku pun sedikit lega.
Perasaan itu terbawa sampai pagi, sampai aku pergi kerumah nenekku di samping kota itu, kudapati beliau yang sedang terbaring sakit 6 bulan belakangan ini, nenekku sakit komplikasi liver, diabetes, dan beberapa penyakit lainnya yang bisa di bilang cukup mengerikan bagi kami, namun beliau hanya di rawat di rumah saja karena keluarga sudah hampir ke walahan membawanya pergi ke rumah sakit yang semakin tidak memperlihatkan kemajuan, dengan di temani sodara sepupuku, kuceritakan hal semalam padanya.
Malam pun tiba kembali, perasaan cemas yang sama, sampai-sampai aku tak bisa tidur semalaman, semakin terasa bergetar. Malam itu aku tidur di ruangan yang sama dengan nenekku, sekaligus untuk menjaganya, saat itu aku masih belum bisa tidur. Namun tiba-tiba nenekku menjerit tak sadar. sontak hatiku menjadi takut dan cemas jadi satu, ya mungkin karena saat itu menujukan pukul 12 malam. Apa gerangan yang terjadi? Itu menjadi pertanyaan dalam benakku. Setelah nenekku tenang kembali, terlihat kelap kelip tanda ada telephone masuk dari handphone yang sengaja ku silent dari tadi, kuraih handphone itu, namun tiba-tiba “Uups..mati lagi..!!” seruku dalam hati, hatiku melemas “Barusan siapa yang menelpon ya?” tiba-tiba aku tertegun sejenak.
Hingga ku temui esok hari lagi, sekitar pukul 6 pagi, mataku pun masih terasa ngantuk karena semalaman belum tidur, namun kemudian terdengar suara..
“ Airi kesini...” suara sepupuku yang dari ruang tengah terdengar memanggilku.
Aku pun bergegas menuju ke dalam, ku hampiri dia yang sedang berdiri menelpon dengan penuh kegelisahan. Di serahkan handphone yang di pegangnya itu kepadaku. Ku dekatkan ketelingaku karena isyarat sodara sepupuku itu.
“Ada apa ma..?” tanyaku. Namun yang ku dengar hanya isakan tangis ibuku dari seberang telephone sana..
“Si Abi..” ibuku menghentikan suaranya dan kembali menangis, semua itu seketika menjadi tanda tanya besar bagiku..” Dia kecelakaan kini di rumah sakit dan butuh biaya sekarang juga..” lanjut ibuku lirih..
Seketika hatiku seperti di hampiri petir yang entah datang dari mana. “ Abi di rumah sakit? kecelakaan? dan sekarang butuh biaya?” owhh semua seakan menjadi kebingungan tersendiri bagiku, tiba-tiba hatiku sakit mendengar hal itu, seberapa parah kecelakaan adikku itu? dan dari mana harus ku dapatkan uang dalam beberapa waktu dekat ini? Sedangkan gajihan saja belum, ini baru tengah bulan. Tiba-tiba air mataku mengalir deras, adikku berada di sana dan butuh bentuan secepatnya. Seketika mataku tertuju pada handphone mati di tanganku. Apa ku jual saja? Tapi mana mungkin ada yang mau beli handphone jadul dan dalam keadaan mati seperti ini? bisik batinku yang dari tadi terus bergejolak, kini fikiranku yang penting aku bisa pulang, kemudian…
“ Na," panggilku pada sepupuku itu. "sekarang kamu lagi ada uang gak? mamaku lagi butuh uang katanya..?” tanyaku sekenanya.
“Tapi aku juga kan belum gajian, mungkin kalau ongkos untuk pulang aku masih ada..” jawabnya dengan sedikit melemah.. ” Tapi aku ada handphone. Coba sekarang kita usahakan jual handphone ini dulu” lanjutnya sambil menunjukan handphone yang sedang di pegangnya. ya kulihat handphonenya masih terlihat baru. namun aku juga tak tega dengan hal itu.
Namun ternyata tak seperti yang di harapkan, setelah kami berkeliling untuk menjual handphone itu di pusat penjualan handphone, tak ada hasil yang didapatkan, hampir semua toko handphone menawar dengan harga murah, mungkin karena mereka tau, kalau kami itu sedang membutuhkan uang. Dan akhirnya tanpa uang kami memutuskan untuk segera menuju kota kecil kami, berbekal ongkos dan uang seadanya saja. “Nanti di Tasik sajah di jualnya ri..” ucap sepupuku yang wajahnya terlihat tampak kusut.
Aku hanya mengangguk tanda setuju.
Kurang dari setengah hari akhirnya kami sampai juga dikota tempat adikku berada, langsung saja menuju sebuah rumah sakit umum yang sudah di beritahukan oleh ibu sebelumnya. Dengan ragu, dan kali pertama masuk rumah sakit, hatiku pun menggeliat dalam, tak bisa ku bayangkan apa yang di alami adikku, mungkin sangat parahkah? Atau tidak? Semua pertanyaan batin datang menghampiri di tengah kegalauan.
Sudah tampak keluargaku yang lain, ibu dari bapakku menghampiriku dengan tangisan. Tapi tubuhku seakan terdiam oleh suasana, entah apa yang harus kulakukan. Satu demi satu dari keluarga bapakku menatapku iba, dan terlihat menyabarkanku dengan usapan di kepala. Tapi kakiku tetap melangkah ke dalam, memerobos keriuhan suara di ruangan itu, seakan-akan tak bisa terhenti. Hingga di sebuah ruangan unit gawat darurat saat itu, sangat terasa suasana rumah sakit karena bau obat yang terasa menyengat di hidung. Terlihat 2 suster berbaju putih dengan berbagai alat kedokteran di tangannya baru saja keluar dari ruangan itu, kuteruskan langkahku sampai seorang ibu berbadan kecil menghampiriku dan kemudian merangkulku dengan erat, yaps itu ibuku. Wajah dan badannya yang kecil tampak kusut sekali karena belum tidur sehari semalam. Ku buka gorden biru yang sebagai penghalang tempat tidur pasien yang satu dengan yang lainnya, hingga terlihat sebuah tempat tidur dengan oksigen besar di sampingnya. Selang-selang yang mengalirkan udara ke hidung dan mulut seseorang yang sedang terkapar itu, dengan denyut nadi yang tergambar di sebuah layar monitor di meja sebelah kiri. Tiba- tiba tangisku menumpah kala itu, tapi kucoba sedikit di tahan namun terasa sangat sakit sekali. Kudekati dia yang sedang terkapar, masih tak percaya, itu adikku Abi yang selama ini tak kami biarkan terluka walau sedikitpun. Luka lebam terlihat jelas di bagian wajah dan beberapa bagian di badannya, tak henti darah pun keluar dari mulut, hidung dan telinga adikku, meskipun sudah mengalami perawatan, tapi sangat menghawatirkan sampai-sampai kapas dan perban pun di penuhi dengan darah. Hal itu Semakin membuatku miris dan terluka, hatiku seketika marah namun juga penyesalan itu selalu membayangiku. Andai saja aku pulang lebih awal, mungkin kejadian itu tak akan pernah terjadi, andai aku bisa datang lebih awal, mungkin adikku kini masih dalam keadaan sehat, tapi apa? Kini dia terkapar dalam keadaan koma, itu yang membuatku semakin terpukul. Kakak macam apa aku ini? adikku kini harus merasakan sakit, kenapa tak aku saja yang merasakan semua ini? Kenapa harus adikku yang selalu jadi anak penurut bagi ibu dan bapakku, sedangkan aku, anak pembangkang dan penuh dosa ini yang masih enak-enakan merasakan kehidupan ini? kenapa?. Tak henti-hentinya hatiku bertanya-tanya dan menyalahkan.. Suara ayat Al-Qur’an dari handphone pun diperdengarkan sampai mengisi ruangan itu, sebagai pengganti kalo sesekali kami kelelahan ketika mengaji surat yasin di samping adikku. Berharap Allah memberikan keajaiban.
Namun sudah 4 hari adikku dalam keadaan koma. Tentu saja membuat kami semua jadi tidak menentu, aku sudah kasihan melihat bapak dan ibuku yang terlihat bingung melihat anak kesayangannya dalam keadaan seperti itu, ditambah biaya rumah sakit yang tidak sedikit. Namun berkat saran dari seorang tetanggaku, akhirnya kami pun mencoba untuk mengajukan jaminan kesehatan masyarakat. Namun masalah keuangan pun tak berakhir sampai disitu, tak habis fikir dalam keadaan seperti itu pun, banyak pihak-pihak yang memberikan kerumitan dalam proses pengajuan tersebut, padahal taruhan kali ini adalah nyawa, nyawa adikku tersayang..
Di tengah keadaan yang semakin membuat bingung itu, di saat aku terdiam pasrah di samping adikku, hatiku seakan menyeruak ketika melihat ada sebuah respon dari adikku, mataku tertuju ke jari-jari adikku, sontak hatiku sumringah. kakiku melangkah menuju luar ruangan, menghambur menemui ibu dan bapakku yang sedang termenung. “Abi siuman bu..” suaraku tampak lirih saat itu. Terlihat semangat memancar dari wajah ibuku, kami semua menuju ke ruangan dengan diikuti seorang dokter yang berbadan tinggi putih. Ada tangis bahagia, namun juga terasa masih keadaan harap-harap cemas. Karena setelah beberapa kali di periksa dokter, ternyata dokter menyatakan kalau sudah terjadi retakan didada dan benturan di otak yang berakibat akan terjadi kelumpuhan. Katanya harus segera di operasi. Semangat kami hancur kambali. Apalagi setelah itu adikku harus di pindah ke ruangan steril, yaitu HCU (High Care Unit), entah apapun tentang ruangan itu, tapi sepengetahuanku ruangan itu adalah ruangan khusus orang-orang yang mengalami kecelakaan yang sangat parah. Sontak badanku terasa di bantingkan ke tembok, namun masih tidak terasa sakit di bandingkan dengan rasa sakit yang dialami adikku. ”Begitu parahkah keadaan adikku itu? ” bisik hatiku pelan.
Dalam do’aku di dalam sholatku. Aku hanya memohon kesembuhan adikku yang semakin hari semakin terlihat memburuk, meskipun nadinya semakin normal, namun tidak merubah keadaan adikku.
Sore hari saat itu, handphone yang dari tadi bergetar dari saku celanaku segera ku angkat. Segera aku menghindar dari tempat aku menjaga adikku saat itu. Terdengar suara seseorang yang cukup mengagetkanku, suara seorang laki-laki yang tenyata adalah bosku. “Airi, kamu mau kerja lagi kapan? Tanya bosku saat itu. “A..aku, Gak tau pak ..” aku diam sejenak, hanya rasa bingung dan kaget yang kini menyatu dalam benakku. “Gimana ya ri kalo kaya gitu, kerjaan numpuk, jadi siapa nanti yang akan mengerjakan?” tanyanya lagi. “Saya juga pengen sekali kerja pak, tapi adik saya masih di rumah sakit, mungkin saya akan keluar saja pak dari kerjaan, soalnya disini gak ada yang jaga lagi, dan adik saya gak bisa di tinggalkan” jawabku dengan terpaksa mengatakan hal itu. “Lah coba difikir-fikir lagi ri, nanti nyesel loch?” suara bosku yang terdengar sedikit mengambang. Aku terdiam lagi, jalur otakku terasa berbelit. Perasaan dan fikiran terasa kalut, entah langkah apa yang harus aku ambil saat itu. Dan setelah ku fikir-fikir sejenak dengan cepat kuambil keputusan. “Aku keluar saja pak, nanti surat pengunduran dirinya nyusul besok atau lusa aku ke kesana” ucapku dengan batin sedikit lemas. Setelah itu, pembicaraan kami berakhir. Ada rasa sesal, namun tak boleh ku sesali, saat itu hanya adikku yang ku harapkan semoga cepat pulih kembali.
Sudah hampir 15 hari adikku di rumah sakit, biaya pun hampir menipis, sampai-sampai bapak harus mengobankan menjual apapun harta yang kami miliki demi kesembuhan adikku tersayang.
“ Kalo rumah harus dijual pun tak apa, yang penting si Abi selamat” itu yang di katakan bapak pada kami.
Perjuangan demi perjuangan seorang bapak dan ibu semakin terlihat disini, tanpa lelah mereka terus menyiasati bagaimana supaya keadaan adikku bisa kembali pulih. Padahal situasi keungan di keluarga kami sebelum kejadian itu sedang tidak mendukung saat itu.
Suara denyut nadi dari pendeteksi nadi terdengar keluar ruangan HCU, ruangan itu hanya dijaga suster dan petugas lainnya, sedangkan kami selaku keluarga apsien hanya menunggu di depan ruangan, supaya sewaktu-waktu pasien membutuhkan obat, resep bisa segera di berikan. Setiap ada Petugas ruangan HCU yang membuka pintu ruangan itu, hati kami selalu dibuat tak menentu, berharap ada kabar baik tentang keadaan adikku.
“Trek..” terdengar suara dari dalam.
“Keluarga Abi?” terdengar salah seorang petugas memanggil kami selaku keluarga dari Abi adikku. Dengan mata lelah, bapakku menghampiri petugas tersebut. Di terimanya resep dokter. Dipandanginya sangat erat resep tersebut. Sebuah selang operasi tertera dikertas resep tersebut. Kebingungan kami tak cukup sampai di situ, setelah kami tau ternyata Apotik Rumah sakit tidak menyediakan Selang operasi tersebut, hati semakin kacau. Akhirnya aku dan bapakku mencoba membelinya di Apotik luar. Setibanya di depan Rumah sakit, Tiba-tiba hujan pun turun, mungkin tidak terlalu besar. Tanpa mengurungkan niat sedikitpun, aku dan bapakku pun menerobos di tengah riuhan hujan itu, saat itu kami tak membawa payung. Apotik demi apotik kami datangi, mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil di depan rumah sakit itu. Namun semuanya nihil, tak ada satu pun yang cocok, di tempat penjualan alat-alat kesehatan pun tak ada yang sesuai, mau ukurannya yang tak ada, bahkan ada juga yang sampai tak menyediakan sama sekali. Ku tatap wajah bapakku yang semakin terlihat kelelahan itu. Dan akhirnya kami kembali masuk kedalam rumah sakit dengan tangan hampa. Bapakku menenggalamkan ekspersi wajahnya dalam, meskipun dia coba tak memperlihatkan. kemudian setelah ditanyakan kembali pada dokter, ternyata selang itu bisa di dapatkan di beberapa apotik tertentu saja di kota Bandung. Tanpa fikir panjang, kakakku yang harus cuti mengajarpun pergi kesana dalam beberapa hari. Harap, cemas itu yang kami rasakan.
Namun akhirnya setelah 12 jam berlalu dari kepergian kakakku ke Bandung, Akhirnya ku dapati sebuah telephone, katanya selang sudah di dapatkan, namun dengan harga yang tak seperti biasanya, tapi tak apalah asalkan adikku bisa segera di sembuhkan. Dan kakakku pun kembali dari kota Bandung.
Waktu yang telah di tentukan itu tiba, adikku harus menjalani operasi penyedotan gumpalan darah dan harus segera diganti dengan darah baru. Katanya darah merah dan darah putih bercampur di dadanya akibat benturan yang sangat keras, itulah sedikit informasi yang ku dapatkan dari dokter yang menangani adikku. Detik-detik operasi pun terlewati, kini adikku dalam keadaan bernafas lewat tenggorokkan. Ya katanya sich supaya lebih membantu pernafasan biar lebih dekat dengan paru-paru. Aah entahlah, yang jelas hatiku tak hentinya menangis setiap mendengar kondisi adikku.
Tak sampai di situ permasalahnnya, di hari ke 19, waktu menunjukkan pukul 2 sore. Tiba-tiba suara petugas dari dalam ruangan itu memecahkan kebimbangan kami, aku, kakakku, bapakku, dan ibuku.
“ keluarga Abi?” tanya petugas itu. Kini kakakku yang menghampirinya.
Terlihat jelas kembali wajah kakaku terlihat gusar saat mendapatkan resep dokter kali itu. “ kenapa ya?” Tanya bapakku pada kakakku yang bernama Arya itu. “ Musti beli PEN pak buat penyanggah kepala si Abi, katanya ada patah tulang di bagian lehernya” jawabnya lemas. Sebenarnya kali ini kami sangat tidak setuju dengan ide dokter saat itu, karena jelas-jelas saat adikku di periksa tulang lehernya oleh sodaraku yang sempat berkunjung yang sedikit banyak bisa memeriksa patah tulang, dia bilang tulang lehernya baik-baik saja. Namun apa boleh buat, semua kembali lagi demi kesembuhan adikku. Dan akhirnya PEN pun dipasang. Hatiku miris melihatnya namun saat itu rasa rinduku pada adikku mengalahkan semuanya.
Di hari ke 20, kucoba memasuki ruangan steril itu di jam besuk. Sekitar pukul 2 siang. Saat pintu kubuka, semilir dingin AC terasa di kulitku, kuraih pakaian khusus orang yang membesuk yang tergantung di depan pintu. Kemudian ku hampiri adikku yang tergeletak lemah disana, terlihat seorang pasien lain juga disana, disamping tempat tidur adikku, sorang nenek tua, yang entah sakit apa. Berbagai peralatan medis di sambungkan ke tubuh adikku. Hatiku bertambah hancur. Bunyi nadi dimonitor pun semakin terdengar keras, tampak sebuah alat pendeteksi jantung di samping kanan adikku. Ku tatap erat adikku, matanya bisa melihatku, ada sedikit senyum yang di tunjukkan padaku, namun tercampur kesal. Mungkin karena PEN yang terpasang membuatnya terasa sesak, ingin sekali ku buka pen itu, tapi aku juga tak mau mengambil resiko karena dokter tetap tdak memperbolehkannya dibuka. Kuajaki adikku ngobrol, meskipun aku tau, tak mungkin adikku membalas obrolanku itu.
“Bi, cepat sembuh ya? Ucapku lirih, sambil mengecup keningnya. Setelah jam besuk usai, aku pun kembali ke luar ruangan.
Angin tampak sepoy-sepoy saat itu, hanya ada aku, ibu dan bapakku yang menunggu adikku. Sedangkan kakakku sedang pergi keluar, dan di sana juga terlihat beberapa orang yang juga sedang menjaga pasien lainnya. Sekitar pukul 4 sore, saat ku lihat jam yang tertera di handphone. Ku coba rebahkan badanku yang sudah merasa lelah karena kurang tidur di sebuah tikar yang digelar di lantai tepat depan pintu ruangan HCU.
Hari itu kami semua, seperti termenung dengan keadaan sekarang, tak ada suara yang keluar dari mulut kami, hanya kadang dengusan lelah dari bapak dan ibuku. Beberapa saat saja, namun tiba-tiba suara dari dalam memcahkan suasana hening saat itu. Kali ini bukan panggilan petugas untuk menyerahkan resep. Petugas hanya memanggil kami untuk masuk ke dalam ruangan tempat adikku dirawat. Kami semua, karena saat itu kondisi adikku dalam keadaan drop, semua nadi yang tergambar di monitor tampak turun drastis, gambar penunjuk detak jantung pun hampir berubah lurus, yaps.. saat itu adikku dalam keadaan syakaratul maut. Tubuhku yang berdiri di samping kasur, dekat kaki adikku saat itu, tiba-tiba seketika lemas, seakan hancur, dan tak berdaya. Dengan tangisan cemas, badanku ambruk ke lantai, sambil ku pegangi pinggir tempat tidur adikku saat itu. Sekilas ku lihat ibuku sedang mengadzani kuping kiri adikku, bapakku juga, membacakan takbir di kuping sebelahnya. Ku lihat ibuku dan bapakku menangis dan cemas bukan kepalang. Tapi mereka tak ingin adikku pergi dalam keadaan yang sia-sia. Suster pun berusaha memompa nafas adikku dengan sebuah alat.
Namun takdir berkata lain, sekitar pukul 4.15 kurang lebih, adikku harus kembali kepangkuan sang pencipta.
” Inalillahi wainailaihi rojiuun..” semua suara yang ku dengar menyebutkan kalimat itu.
Aku yang masih dalam keadaan menangis meraung - raung, seolah nyawaku ikut keluar dari tubuhku, seperti yang dialami adikku saat itu. Kupukul pelan tembok yang ada didepanku sebisaku, semua orang disekitar mencoba menenangkanku, entah bagaimana keadaan ibuku saat itu, yang pasti terasa pukulan yang sangat keras ku terima dalam batinku.
Beberapa saat kemudian, kami semua bergegas membereskan barang bawaan, untuk segera pulang, untuk menyemayamkan jenazah adikku, yaps.. kini adikku tersayang sudah menjadi jenazah, berat ku terima kenyataan itu, tapi itulah adanya. Adikku sayang adikku malang.
Suasana malam saat itu, sangat ramai dengan orang-orang yang datang melayat, kali ini kami tidak pulang ke rumah, namun pulang ke rumah nenek, ibu dari bapakku, karena kami semua berencana untuk menguburkan janazah adikku di kampung itu, yang juga sebagai tempat kelahiran aku dan adikku dulu.
Detik-detik saat adikku akan di bawa untuk disemayamkan, dengan seizing ayahku, aku pun di perbolehkan untuk sekedar mengucapkan selamat tinggal kepada adikku tersayang. Saat itu Aku terduduk di sampingnya, kupegangi wajah, dan pundak yang masih terlihat kekar dan tinggi besar itu kini terbungkus oleh kain kafan, namun sekekar bagaimana pun, hanya Allah yang memiliki semuannya dan akan kembali kepadanya.
“Selamat tinggal adikku sayang, selamat jalan, kelak jika Allah menghendaki, kita semua akan di kumpulkan kembali di Syurganya. Kulepaskan sedikit demi sedikit peganganku dari tubuh adikku. Di bantu oleh ayahku, aku pun berdiri menjauh dari jenazah, meskipun rasanya berat, dan tak ingin dia pergi.
Kemudian para lelaki yang ada di sana menutupnya dengan kain sarung, dan memasukkannya ke keranda. Mengangkat tubuh besarnya itu.
Sedikit demi sedikit adikku menjauh dari dari pandanganku, terasa sepi di hatiku, kurasakan saat itu.
Malam itu handphone ku berdering tanda sms masuk, kalo tidak salah ku setting nada sms streetwise di handphone monophonicku saat itu. Maklumlah hanya handphone dengan tipe lumayan jadul itulah satu-satunya barang berharga yang ku bawa dari rumah, meski seperti itu, namun handphone itu yang selalu menemaniku, sampai - sampai selalu menjadi teman tidurku di 1 tahun belakangan ini. Kuraih handphone itu yang dari tadi siang ku geletakkan di atas kasur yang tidak mempunyai dipan itu, kasur pinjaman dari pak Haji pemilik kontrakan yang ku tempati saat ini. Saat sebuah nama tertera di layar handphone ku itu, hatiku sudah bisa menebak apa isi sms itu. Ku buka perlahan dan ternyata benar.
“Teh kapan pulang?” pertanyaan yang sama beberapa hari ini yang kudapatkan. Adikku belakangan ini selalu menanyakan hal itu. Ku tatap dalam - dalam sms itu. Jari – jari tanganku menggenggam erat handphone mungil itu. Ingin rasanya di saat seperti itu tiba, aku berada di tempat mereka berada, ditempat orang – orang yang selalu mengharapkanku pulang, keluargaku.
Ku rubah posisi ku saat itu, sedikit melepas lelah kurebahkan tubuhku di kasur, kurasa kan semuanya semakin tak berdaya.
Beberapa saat, ku mainkan jari-jemariku di atas tombol handphone itu, ku ketikkan satu demi satu beberapa hurup “Insya Allah teteh pulang …” aku berhenti sejenak, sembari memikirkan jawaban yang harus ku berikan pada adikku. Hingga kemudian sms itu ku lanjutkan kembali” ….akhir bulan bi, pas ulang tahun aza ya? mau kado ultah apa?”, dan kemudian sms pun terkirim. Beberapa saat ku dapati sms balasan “Hehe..pengen di beliin bola basket teh, eh tapi sekarang mataku sedikit minus, pengen periksa, yaudah hadiahnya kaca mata aza ya? :D” . hatikku terasa senang sekaligus bimbang, sms pun ku balas kembali..”Iya, insya Allah nanti kaca mata aza..”
Fikiranku menerawang jauh ke sana, seketika terbayang jelas raut wajah adikku yang masih terlihat polos itu menghampiri khayalanku, meski umurnya sudah 16 tahun di selalu di anggap seperti anak kecil. Kekhawatiran aku, ibu dan bapakku sangatlah besar pada si bungsu ini, ya mungkin karena sikapnya yang penurut dan tak seperti yang lain, kadang membuat kami semakin memberikan batasan ini itu.
Sms pun ku dapati kembali, “Asyiiik, cepetan pulangnya okeh? ” adikku sepertinya bahagia mendapat sms ku tadi.
Handphone pun tak berdering lagi, mungkin karena waktu sudah semakin larut dan mungkin kini adikku sudah tertidur karena besok harus sekolah. Kemudian tanganku pun menekan tombol handphone, sampai jam di handphone terlihat jelas, pukul 9 malam ternyata. Aku menghela nafas sebentar, mataku sudah terasa sepat namun aku tak boleh tertidur, karena masih banyak yang harus ku kerjakan di aktifitas malam itu. malam ketika ku harus pergi bekerja.
Suasana sepi semakin mencekam saat aku berangkat bekerja, mungkin karena kontrakanku tak jauh dari lokasi tempat pemakaman umum, atau juga mungkin karena tinggal aku sendiri di kontrakan itu, hampir semua seisi kontrakan pergi bekerja shift 2, entah kenapa hatiku berubah tak nyaman. Kembali teringat adikku disana, kucoba fokuskan pada pekerjaan yang kini harus ku bereskan. Namun di tengah kesibukkan ku, tiba-tiba handpone ku yang ku letakkan di sampingku di atas meja tempat kerjaku itu tak sengaja tersenggol sampai terbalik, dan seketika mati, hatiku tiba-tiba memanas dan merasa panik, semua kebingungan menghampiriku, ketakutan pun ikut disana bersama keringat dingin yang tiba-tiba muncul. Suasana malam saat itu tepat pukul 1 malam saat ku tanyakan jam pada rekan kerjaku. Malam yang aneh kurasakan. Kemudian aku pun mengutak-ngatik handphone ku yang mati tadi, ku buka baterainya sebentar, ku coba masukkan kembali dan “ Akhirnya..” ternyata bisa nyala kembali, ”Huft” aku menghela nafas lumayan panjang, hatiku pun sedikit lega.
Perasaan itu terbawa sampai pagi, sampai aku pergi kerumah nenekku di samping kota itu, kudapati beliau yang sedang terbaring sakit 6 bulan belakangan ini, nenekku sakit komplikasi liver, diabetes, dan beberapa penyakit lainnya yang bisa di bilang cukup mengerikan bagi kami, namun beliau hanya di rawat di rumah saja karena keluarga sudah hampir ke walahan membawanya pergi ke rumah sakit yang semakin tidak memperlihatkan kemajuan, dengan di temani sodara sepupuku, kuceritakan hal semalam padanya.
Malam pun tiba kembali, perasaan cemas yang sama, sampai-sampai aku tak bisa tidur semalaman, semakin terasa bergetar. Malam itu aku tidur di ruangan yang sama dengan nenekku, sekaligus untuk menjaganya, saat itu aku masih belum bisa tidur. Namun tiba-tiba nenekku menjerit tak sadar. sontak hatiku menjadi takut dan cemas jadi satu, ya mungkin karena saat itu menujukan pukul 12 malam. Apa gerangan yang terjadi? Itu menjadi pertanyaan dalam benakku. Setelah nenekku tenang kembali, terlihat kelap kelip tanda ada telephone masuk dari handphone yang sengaja ku silent dari tadi, kuraih handphone itu, namun tiba-tiba “Uups..mati lagi..!!” seruku dalam hati, hatiku melemas “Barusan siapa yang menelpon ya?” tiba-tiba aku tertegun sejenak.
Hingga ku temui esok hari lagi, sekitar pukul 6 pagi, mataku pun masih terasa ngantuk karena semalaman belum tidur, namun kemudian terdengar suara..
“ Airi kesini...” suara sepupuku yang dari ruang tengah terdengar memanggilku.
Aku pun bergegas menuju ke dalam, ku hampiri dia yang sedang berdiri menelpon dengan penuh kegelisahan. Di serahkan handphone yang di pegangnya itu kepadaku. Ku dekatkan ketelingaku karena isyarat sodara sepupuku itu.
“Ada apa ma..?” tanyaku. Namun yang ku dengar hanya isakan tangis ibuku dari seberang telephone sana..
“Si Abi..” ibuku menghentikan suaranya dan kembali menangis, semua itu seketika menjadi tanda tanya besar bagiku..” Dia kecelakaan kini di rumah sakit dan butuh biaya sekarang juga..” lanjut ibuku lirih..
Seketika hatiku seperti di hampiri petir yang entah datang dari mana. “ Abi di rumah sakit? kecelakaan? dan sekarang butuh biaya?” owhh semua seakan menjadi kebingungan tersendiri bagiku, tiba-tiba hatiku sakit mendengar hal itu, seberapa parah kecelakaan adikku itu? dan dari mana harus ku dapatkan uang dalam beberapa waktu dekat ini? Sedangkan gajihan saja belum, ini baru tengah bulan. Tiba-tiba air mataku mengalir deras, adikku berada di sana dan butuh bentuan secepatnya. Seketika mataku tertuju pada handphone mati di tanganku. Apa ku jual saja? Tapi mana mungkin ada yang mau beli handphone jadul dan dalam keadaan mati seperti ini? bisik batinku yang dari tadi terus bergejolak, kini fikiranku yang penting aku bisa pulang, kemudian…
“ Na," panggilku pada sepupuku itu. "sekarang kamu lagi ada uang gak? mamaku lagi butuh uang katanya..?” tanyaku sekenanya.
“Tapi aku juga kan belum gajian, mungkin kalau ongkos untuk pulang aku masih ada..” jawabnya dengan sedikit melemah.. ” Tapi aku ada handphone. Coba sekarang kita usahakan jual handphone ini dulu” lanjutnya sambil menunjukan handphone yang sedang di pegangnya. ya kulihat handphonenya masih terlihat baru. namun aku juga tak tega dengan hal itu.
Namun ternyata tak seperti yang di harapkan, setelah kami berkeliling untuk menjual handphone itu di pusat penjualan handphone, tak ada hasil yang didapatkan, hampir semua toko handphone menawar dengan harga murah, mungkin karena mereka tau, kalau kami itu sedang membutuhkan uang. Dan akhirnya tanpa uang kami memutuskan untuk segera menuju kota kecil kami, berbekal ongkos dan uang seadanya saja. “Nanti di Tasik sajah di jualnya ri..” ucap sepupuku yang wajahnya terlihat tampak kusut.
Aku hanya mengangguk tanda setuju.
Kurang dari setengah hari akhirnya kami sampai juga dikota tempat adikku berada, langsung saja menuju sebuah rumah sakit umum yang sudah di beritahukan oleh ibu sebelumnya. Dengan ragu, dan kali pertama masuk rumah sakit, hatiku pun menggeliat dalam, tak bisa ku bayangkan apa yang di alami adikku, mungkin sangat parahkah? Atau tidak? Semua pertanyaan batin datang menghampiri di tengah kegalauan.
Sudah tampak keluargaku yang lain, ibu dari bapakku menghampiriku dengan tangisan. Tapi tubuhku seakan terdiam oleh suasana, entah apa yang harus kulakukan. Satu demi satu dari keluarga bapakku menatapku iba, dan terlihat menyabarkanku dengan usapan di kepala. Tapi kakiku tetap melangkah ke dalam, memerobos keriuhan suara di ruangan itu, seakan-akan tak bisa terhenti. Hingga di sebuah ruangan unit gawat darurat saat itu, sangat terasa suasana rumah sakit karena bau obat yang terasa menyengat di hidung. Terlihat 2 suster berbaju putih dengan berbagai alat kedokteran di tangannya baru saja keluar dari ruangan itu, kuteruskan langkahku sampai seorang ibu berbadan kecil menghampiriku dan kemudian merangkulku dengan erat, yaps itu ibuku. Wajah dan badannya yang kecil tampak kusut sekali karena belum tidur sehari semalam. Ku buka gorden biru yang sebagai penghalang tempat tidur pasien yang satu dengan yang lainnya, hingga terlihat sebuah tempat tidur dengan oksigen besar di sampingnya. Selang-selang yang mengalirkan udara ke hidung dan mulut seseorang yang sedang terkapar itu, dengan denyut nadi yang tergambar di sebuah layar monitor di meja sebelah kiri. Tiba- tiba tangisku menumpah kala itu, tapi kucoba sedikit di tahan namun terasa sangat sakit sekali. Kudekati dia yang sedang terkapar, masih tak percaya, itu adikku Abi yang selama ini tak kami biarkan terluka walau sedikitpun. Luka lebam terlihat jelas di bagian wajah dan beberapa bagian di badannya, tak henti darah pun keluar dari mulut, hidung dan telinga adikku, meskipun sudah mengalami perawatan, tapi sangat menghawatirkan sampai-sampai kapas dan perban pun di penuhi dengan darah. Hal itu Semakin membuatku miris dan terluka, hatiku seketika marah namun juga penyesalan itu selalu membayangiku. Andai saja aku pulang lebih awal, mungkin kejadian itu tak akan pernah terjadi, andai aku bisa datang lebih awal, mungkin adikku kini masih dalam keadaan sehat, tapi apa? Kini dia terkapar dalam keadaan koma, itu yang membuatku semakin terpukul. Kakak macam apa aku ini? adikku kini harus merasakan sakit, kenapa tak aku saja yang merasakan semua ini? Kenapa harus adikku yang selalu jadi anak penurut bagi ibu dan bapakku, sedangkan aku, anak pembangkang dan penuh dosa ini yang masih enak-enakan merasakan kehidupan ini? kenapa?. Tak henti-hentinya hatiku bertanya-tanya dan menyalahkan.. Suara ayat Al-Qur’an dari handphone pun diperdengarkan sampai mengisi ruangan itu, sebagai pengganti kalo sesekali kami kelelahan ketika mengaji surat yasin di samping adikku. Berharap Allah memberikan keajaiban.
Namun sudah 4 hari adikku dalam keadaan koma. Tentu saja membuat kami semua jadi tidak menentu, aku sudah kasihan melihat bapak dan ibuku yang terlihat bingung melihat anak kesayangannya dalam keadaan seperti itu, ditambah biaya rumah sakit yang tidak sedikit. Namun berkat saran dari seorang tetanggaku, akhirnya kami pun mencoba untuk mengajukan jaminan kesehatan masyarakat. Namun masalah keuangan pun tak berakhir sampai disitu, tak habis fikir dalam keadaan seperti itu pun, banyak pihak-pihak yang memberikan kerumitan dalam proses pengajuan tersebut, padahal taruhan kali ini adalah nyawa, nyawa adikku tersayang..
Di tengah keadaan yang semakin membuat bingung itu, di saat aku terdiam pasrah di samping adikku, hatiku seakan menyeruak ketika melihat ada sebuah respon dari adikku, mataku tertuju ke jari-jari adikku, sontak hatiku sumringah. kakiku melangkah menuju luar ruangan, menghambur menemui ibu dan bapakku yang sedang termenung. “Abi siuman bu..” suaraku tampak lirih saat itu. Terlihat semangat memancar dari wajah ibuku, kami semua menuju ke ruangan dengan diikuti seorang dokter yang berbadan tinggi putih. Ada tangis bahagia, namun juga terasa masih keadaan harap-harap cemas. Karena setelah beberapa kali di periksa dokter, ternyata dokter menyatakan kalau sudah terjadi retakan didada dan benturan di otak yang berakibat akan terjadi kelumpuhan. Katanya harus segera di operasi. Semangat kami hancur kambali. Apalagi setelah itu adikku harus di pindah ke ruangan steril, yaitu HCU (High Care Unit), entah apapun tentang ruangan itu, tapi sepengetahuanku ruangan itu adalah ruangan khusus orang-orang yang mengalami kecelakaan yang sangat parah. Sontak badanku terasa di bantingkan ke tembok, namun masih tidak terasa sakit di bandingkan dengan rasa sakit yang dialami adikku. ”Begitu parahkah keadaan adikku itu? ” bisik hatiku pelan.
Dalam do’aku di dalam sholatku. Aku hanya memohon kesembuhan adikku yang semakin hari semakin terlihat memburuk, meskipun nadinya semakin normal, namun tidak merubah keadaan adikku.
Sore hari saat itu, handphone yang dari tadi bergetar dari saku celanaku segera ku angkat. Segera aku menghindar dari tempat aku menjaga adikku saat itu. Terdengar suara seseorang yang cukup mengagetkanku, suara seorang laki-laki yang tenyata adalah bosku. “Airi, kamu mau kerja lagi kapan? Tanya bosku saat itu. “A..aku, Gak tau pak ..” aku diam sejenak, hanya rasa bingung dan kaget yang kini menyatu dalam benakku. “Gimana ya ri kalo kaya gitu, kerjaan numpuk, jadi siapa nanti yang akan mengerjakan?” tanyanya lagi. “Saya juga pengen sekali kerja pak, tapi adik saya masih di rumah sakit, mungkin saya akan keluar saja pak dari kerjaan, soalnya disini gak ada yang jaga lagi, dan adik saya gak bisa di tinggalkan” jawabku dengan terpaksa mengatakan hal itu. “Lah coba difikir-fikir lagi ri, nanti nyesel loch?” suara bosku yang terdengar sedikit mengambang. Aku terdiam lagi, jalur otakku terasa berbelit. Perasaan dan fikiran terasa kalut, entah langkah apa yang harus aku ambil saat itu. Dan setelah ku fikir-fikir sejenak dengan cepat kuambil keputusan. “Aku keluar saja pak, nanti surat pengunduran dirinya nyusul besok atau lusa aku ke kesana” ucapku dengan batin sedikit lemas. Setelah itu, pembicaraan kami berakhir. Ada rasa sesal, namun tak boleh ku sesali, saat itu hanya adikku yang ku harapkan semoga cepat pulih kembali.
Sudah hampir 15 hari adikku di rumah sakit, biaya pun hampir menipis, sampai-sampai bapak harus mengobankan menjual apapun harta yang kami miliki demi kesembuhan adikku tersayang.
“ Kalo rumah harus dijual pun tak apa, yang penting si Abi selamat” itu yang di katakan bapak pada kami.
Perjuangan demi perjuangan seorang bapak dan ibu semakin terlihat disini, tanpa lelah mereka terus menyiasati bagaimana supaya keadaan adikku bisa kembali pulih. Padahal situasi keungan di keluarga kami sebelum kejadian itu sedang tidak mendukung saat itu.
Suara denyut nadi dari pendeteksi nadi terdengar keluar ruangan HCU, ruangan itu hanya dijaga suster dan petugas lainnya, sedangkan kami selaku keluarga apsien hanya menunggu di depan ruangan, supaya sewaktu-waktu pasien membutuhkan obat, resep bisa segera di berikan. Setiap ada Petugas ruangan HCU yang membuka pintu ruangan itu, hati kami selalu dibuat tak menentu, berharap ada kabar baik tentang keadaan adikku.
“Trek..” terdengar suara dari dalam.
“Keluarga Abi?” terdengar salah seorang petugas memanggil kami selaku keluarga dari Abi adikku. Dengan mata lelah, bapakku menghampiri petugas tersebut. Di terimanya resep dokter. Dipandanginya sangat erat resep tersebut. Sebuah selang operasi tertera dikertas resep tersebut. Kebingungan kami tak cukup sampai di situ, setelah kami tau ternyata Apotik Rumah sakit tidak menyediakan Selang operasi tersebut, hati semakin kacau. Akhirnya aku dan bapakku mencoba membelinya di Apotik luar. Setibanya di depan Rumah sakit, Tiba-tiba hujan pun turun, mungkin tidak terlalu besar. Tanpa mengurungkan niat sedikitpun, aku dan bapakku pun menerobos di tengah riuhan hujan itu, saat itu kami tak membawa payung. Apotik demi apotik kami datangi, mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil di depan rumah sakit itu. Namun semuanya nihil, tak ada satu pun yang cocok, di tempat penjualan alat-alat kesehatan pun tak ada yang sesuai, mau ukurannya yang tak ada, bahkan ada juga yang sampai tak menyediakan sama sekali. Ku tatap wajah bapakku yang semakin terlihat kelelahan itu. Dan akhirnya kami kembali masuk kedalam rumah sakit dengan tangan hampa. Bapakku menenggalamkan ekspersi wajahnya dalam, meskipun dia coba tak memperlihatkan. kemudian setelah ditanyakan kembali pada dokter, ternyata selang itu bisa di dapatkan di beberapa apotik tertentu saja di kota Bandung. Tanpa fikir panjang, kakakku yang harus cuti mengajarpun pergi kesana dalam beberapa hari. Harap, cemas itu yang kami rasakan.
Namun akhirnya setelah 12 jam berlalu dari kepergian kakakku ke Bandung, Akhirnya ku dapati sebuah telephone, katanya selang sudah di dapatkan, namun dengan harga yang tak seperti biasanya, tapi tak apalah asalkan adikku bisa segera di sembuhkan. Dan kakakku pun kembali dari kota Bandung.
Waktu yang telah di tentukan itu tiba, adikku harus menjalani operasi penyedotan gumpalan darah dan harus segera diganti dengan darah baru. Katanya darah merah dan darah putih bercampur di dadanya akibat benturan yang sangat keras, itulah sedikit informasi yang ku dapatkan dari dokter yang menangani adikku. Detik-detik operasi pun terlewati, kini adikku dalam keadaan bernafas lewat tenggorokkan. Ya katanya sich supaya lebih membantu pernafasan biar lebih dekat dengan paru-paru. Aah entahlah, yang jelas hatiku tak hentinya menangis setiap mendengar kondisi adikku.
Tak sampai di situ permasalahnnya, di hari ke 19, waktu menunjukkan pukul 2 sore. Tiba-tiba suara petugas dari dalam ruangan itu memecahkan kebimbangan kami, aku, kakakku, bapakku, dan ibuku.
“ keluarga Abi?” tanya petugas itu. Kini kakakku yang menghampirinya.
Terlihat jelas kembali wajah kakaku terlihat gusar saat mendapatkan resep dokter kali itu. “ kenapa ya?” Tanya bapakku pada kakakku yang bernama Arya itu. “ Musti beli PEN pak buat penyanggah kepala si Abi, katanya ada patah tulang di bagian lehernya” jawabnya lemas. Sebenarnya kali ini kami sangat tidak setuju dengan ide dokter saat itu, karena jelas-jelas saat adikku di periksa tulang lehernya oleh sodaraku yang sempat berkunjung yang sedikit banyak bisa memeriksa patah tulang, dia bilang tulang lehernya baik-baik saja. Namun apa boleh buat, semua kembali lagi demi kesembuhan adikku. Dan akhirnya PEN pun dipasang. Hatiku miris melihatnya namun saat itu rasa rinduku pada adikku mengalahkan semuanya.
Di hari ke 20, kucoba memasuki ruangan steril itu di jam besuk. Sekitar pukul 2 siang. Saat pintu kubuka, semilir dingin AC terasa di kulitku, kuraih pakaian khusus orang yang membesuk yang tergantung di depan pintu. Kemudian ku hampiri adikku yang tergeletak lemah disana, terlihat seorang pasien lain juga disana, disamping tempat tidur adikku, sorang nenek tua, yang entah sakit apa. Berbagai peralatan medis di sambungkan ke tubuh adikku. Hatiku bertambah hancur. Bunyi nadi dimonitor pun semakin terdengar keras, tampak sebuah alat pendeteksi jantung di samping kanan adikku. Ku tatap erat adikku, matanya bisa melihatku, ada sedikit senyum yang di tunjukkan padaku, namun tercampur kesal. Mungkin karena PEN yang terpasang membuatnya terasa sesak, ingin sekali ku buka pen itu, tapi aku juga tak mau mengambil resiko karena dokter tetap tdak memperbolehkannya dibuka. Kuajaki adikku ngobrol, meskipun aku tau, tak mungkin adikku membalas obrolanku itu.
“Bi, cepat sembuh ya? Ucapku lirih, sambil mengecup keningnya. Setelah jam besuk usai, aku pun kembali ke luar ruangan.
Angin tampak sepoy-sepoy saat itu, hanya ada aku, ibu dan bapakku yang menunggu adikku. Sedangkan kakakku sedang pergi keluar, dan di sana juga terlihat beberapa orang yang juga sedang menjaga pasien lainnya. Sekitar pukul 4 sore, saat ku lihat jam yang tertera di handphone. Ku coba rebahkan badanku yang sudah merasa lelah karena kurang tidur di sebuah tikar yang digelar di lantai tepat depan pintu ruangan HCU.
Hari itu kami semua, seperti termenung dengan keadaan sekarang, tak ada suara yang keluar dari mulut kami, hanya kadang dengusan lelah dari bapak dan ibuku. Beberapa saat saja, namun tiba-tiba suara dari dalam memcahkan suasana hening saat itu. Kali ini bukan panggilan petugas untuk menyerahkan resep. Petugas hanya memanggil kami untuk masuk ke dalam ruangan tempat adikku dirawat. Kami semua, karena saat itu kondisi adikku dalam keadaan drop, semua nadi yang tergambar di monitor tampak turun drastis, gambar penunjuk detak jantung pun hampir berubah lurus, yaps.. saat itu adikku dalam keadaan syakaratul maut. Tubuhku yang berdiri di samping kasur, dekat kaki adikku saat itu, tiba-tiba seketika lemas, seakan hancur, dan tak berdaya. Dengan tangisan cemas, badanku ambruk ke lantai, sambil ku pegangi pinggir tempat tidur adikku saat itu. Sekilas ku lihat ibuku sedang mengadzani kuping kiri adikku, bapakku juga, membacakan takbir di kuping sebelahnya. Ku lihat ibuku dan bapakku menangis dan cemas bukan kepalang. Tapi mereka tak ingin adikku pergi dalam keadaan yang sia-sia. Suster pun berusaha memompa nafas adikku dengan sebuah alat.
Namun takdir berkata lain, sekitar pukul 4.15 kurang lebih, adikku harus kembali kepangkuan sang pencipta.
” Inalillahi wainailaihi rojiuun..” semua suara yang ku dengar menyebutkan kalimat itu.
Aku yang masih dalam keadaan menangis meraung - raung, seolah nyawaku ikut keluar dari tubuhku, seperti yang dialami adikku saat itu. Kupukul pelan tembok yang ada didepanku sebisaku, semua orang disekitar mencoba menenangkanku, entah bagaimana keadaan ibuku saat itu, yang pasti terasa pukulan yang sangat keras ku terima dalam batinku.
Beberapa saat kemudian, kami semua bergegas membereskan barang bawaan, untuk segera pulang, untuk menyemayamkan jenazah adikku, yaps.. kini adikku tersayang sudah menjadi jenazah, berat ku terima kenyataan itu, tapi itulah adanya. Adikku sayang adikku malang.
Suasana malam saat itu, sangat ramai dengan orang-orang yang datang melayat, kali ini kami tidak pulang ke rumah, namun pulang ke rumah nenek, ibu dari bapakku, karena kami semua berencana untuk menguburkan janazah adikku di kampung itu, yang juga sebagai tempat kelahiran aku dan adikku dulu.
Detik-detik saat adikku akan di bawa untuk disemayamkan, dengan seizing ayahku, aku pun di perbolehkan untuk sekedar mengucapkan selamat tinggal kepada adikku tersayang. Saat itu Aku terduduk di sampingnya, kupegangi wajah, dan pundak yang masih terlihat kekar dan tinggi besar itu kini terbungkus oleh kain kafan, namun sekekar bagaimana pun, hanya Allah yang memiliki semuannya dan akan kembali kepadanya.
“Selamat tinggal adikku sayang, selamat jalan, kelak jika Allah menghendaki, kita semua akan di kumpulkan kembali di Syurganya. Kulepaskan sedikit demi sedikit peganganku dari tubuh adikku. Di bantu oleh ayahku, aku pun berdiri menjauh dari jenazah, meskipun rasanya berat, dan tak ingin dia pergi.
Kemudian para lelaki yang ada di sana menutupnya dengan kain sarung, dan memasukkannya ke keranda. Mengangkat tubuh besarnya itu.
Sedikit demi sedikit adikku menjauh dari dari pandanganku, terasa sepi di hatiku, kurasakan saat itu.
tentang itu
kini aku terbiasa dengan lantunan lagu itu
terdengar sangat indah meski semua hanya kosong adanya
seperti memegang awan yang tak mampu diraih
seperti berlari menuju bulan semuanya terasa hanya sebuah mimpi
entahlah, kalo orang tau kini hatiku tak bercerita lagi
aku ingin kembali ke waktu sebelum semuanya seperti ini
duluuu.. ke waktu yang sangaat dulu ...
ke waktu dimana aku mulai belajar mengenal sesuatu
mengenal satu demi satu tentang waktu
tentang hidup..
tentang segalanya...
mungkin semuanya tak kan bisa kembali
hingga semuanya harus ku biarkan mengikhlas dan memudar seperti ini
ya, tak ada yang tau
dan tak ada yang bisa mengerti aku
tentang diriku, yang jika aku tertawa
harus ku tekan hati ini
ketika ingat semua tentang hal yang tlah lalu
semua itu.. dan selalu tentang semua itu
tapi apa diriku
diriku hanya mampu diam dalam sepiku
dalam tawa yang tak ada satu orang pun
yang mampu membaca semua isi hatiku ..
dan aku hanya mampu diam..
dan tertawa sepeti biasanya
hanya untuk melihat semuanya bahagia
terdengar sangat indah meski semua hanya kosong adanya
seperti memegang awan yang tak mampu diraih
seperti berlari menuju bulan semuanya terasa hanya sebuah mimpi
entahlah, kalo orang tau kini hatiku tak bercerita lagi
aku ingin kembali ke waktu sebelum semuanya seperti ini
duluuu.. ke waktu yang sangaat dulu ...
ke waktu dimana aku mulai belajar mengenal sesuatu
mengenal satu demi satu tentang waktu
tentang hidup..
tentang segalanya...
mungkin semuanya tak kan bisa kembali
hingga semuanya harus ku biarkan mengikhlas dan memudar seperti ini
ya, tak ada yang tau
dan tak ada yang bisa mengerti aku
tentang diriku, yang jika aku tertawa
harus ku tekan hati ini
ketika ingat semua tentang hal yang tlah lalu
semua itu.. dan selalu tentang semua itu
tapi apa diriku
diriku hanya mampu diam dalam sepiku
dalam tawa yang tak ada satu orang pun
yang mampu membaca semua isi hatiku ..
dan aku hanya mampu diam..
dan tertawa sepeti biasanya
hanya untuk melihat semuanya bahagia
Sabtu, 28 April 2012
Sedikit saja
hati terasa bimbang ..
apakah ini cinta?
entahlah ..mungkin lebih tepatnya sebuah ketidakjelasan
hmm..
baiklah.. beri aku waktu sejenak untuk sedikit berfikir tentang itu
sedikit saja... ku tekankan untuk hal ini
sedikit saja, waktu untuk lebih mengenali semua rasa yg ada
dan beri aku sedikit saja apapun itu
kalo semuanya bukan sesuatu yang terlihat semu
aku juga cuman ingin sedikit saja
mencitrakan kembali semuanya
agar itu tak merubah diriku
agar itu bisa membuat diriku selalu apa adanya
dan ketika hal sedikit itu telah ada
maka tak akan ku sembunyikan semuanya
semua yang sedikit saja
namun lebih berarti dari segalanya..
apakah ini cinta?
entahlah ..mungkin lebih tepatnya sebuah ketidakjelasan
hmm..
baiklah.. beri aku waktu sejenak untuk sedikit berfikir tentang itu
sedikit saja... ku tekankan untuk hal ini
sedikit saja, waktu untuk lebih mengenali semua rasa yg ada
dan beri aku sedikit saja apapun itu
kalo semuanya bukan sesuatu yang terlihat semu
aku juga cuman ingin sedikit saja
mencitrakan kembali semuanya
agar itu tak merubah diriku
agar itu bisa membuat diriku selalu apa adanya
dan ketika hal sedikit itu telah ada
maka tak akan ku sembunyikan semuanya
semua yang sedikit saja
namun lebih berarti dari segalanya..
Untuk sebuah kekuatan
Detik demi detik terus berjalan, kadang menambah sebuah beban yang kian menumpuk di bahu
entah apa itu, yang jelas masih teringat di setiap sudut memoriku, semuanya masih kujalani biasa2 saja ..
entah itu baik atau aku malah menyimpan semua kepercayaan Tuhanku untukku lebih melakukan sesuatu.
aku disini dalam lingkupan cahaya lampu yang akan dipadamkan di esok pagi, tapi bukan tentang hal itu yang akan ku ceritakan saat ini. tapi ini tertitik pada sebuah perjalanan. ya sebuah perjalanan yang harus kemana ku melangkah. melangkah untuk menuju cahaya Ridho nya, Allah yang maha Kuasa.... tapi sepertinya ucapan itu lebih ringan dari pada saat kita menjalaninya.. Ya Allah .. dosakah hamba jika hingga detik ini masih berjalan biasa2 saja? batinku ingin sekali merangkup semuanya. semua yang ku bisa lakukan untuk buat kau tersenyum wahai Tuhanku..
tapi diri ini yang selalu merasa kalah. rasanya tiap sendi ini selalu bertambah kaku melawan kebenaran. tapi engkau.. selalu tersenyum padaku untuk sebuah kekuatan...
:D
entah apa itu, yang jelas masih teringat di setiap sudut memoriku, semuanya masih kujalani biasa2 saja ..
entah itu baik atau aku malah menyimpan semua kepercayaan Tuhanku untukku lebih melakukan sesuatu.
aku disini dalam lingkupan cahaya lampu yang akan dipadamkan di esok pagi, tapi bukan tentang hal itu yang akan ku ceritakan saat ini. tapi ini tertitik pada sebuah perjalanan. ya sebuah perjalanan yang harus kemana ku melangkah. melangkah untuk menuju cahaya Ridho nya, Allah yang maha Kuasa.... tapi sepertinya ucapan itu lebih ringan dari pada saat kita menjalaninya.. Ya Allah .. dosakah hamba jika hingga detik ini masih berjalan biasa2 saja? batinku ingin sekali merangkup semuanya. semua yang ku bisa lakukan untuk buat kau tersenyum wahai Tuhanku..
tapi diri ini yang selalu merasa kalah. rasanya tiap sendi ini selalu bertambah kaku melawan kebenaran. tapi engkau.. selalu tersenyum padaku untuk sebuah kekuatan...
:D
Jumat, 27 April 2012
Kadang tak bisa beriring bersama
Sesuatu yang mampu terlukiskan oleh hati
namun tak mampu berucap
mungkin ini sebuah lelucon
dari cerita seseorang yang tak masuk diakal
semuanya tampak sendu
namun semuanya juga tampak ceria
layaknya pelangi yang penuh warna
layaknya sebuah drama
dimana dalam cerita itu
telah dirangkai oleh seorang penulis cerita
kali ini benar-benar tak masuk akal
nampaknya logika dan hati tak bisa lagi beririrng bersama
mungkin karna semua tak tentu adanya
ya seorang manusia kebanyakan seperti itu
logika........
hatiii...........
semuanya masih dengan hal itu
hal kadang ada pada jalan yang berbeda
kecuali dengan sebuah kata "Keikhlasan"
yups "Iklas"
tapi apa dapat itu terjadi?
sedangkan keikhlasan itu tak murah harganya
tak bisa di cari di toko, di pasar atau bahkan di tukang loak sekalipun
jelas tidakk ..
jelas itu perlu pengupayaan
perlu sebuah pemikiran
namun sedikit yang masih seperti itu
termasuk seorang ini
seorang yang masih saja terhanyut dalam arusnya perasaan hati
yang kian kini semakin tak tau arti......
namun tak mampu berucap
mungkin ini sebuah lelucon
dari cerita seseorang yang tak masuk diakal
semuanya tampak sendu
namun semuanya juga tampak ceria
layaknya pelangi yang penuh warna
layaknya sebuah drama
dimana dalam cerita itu
telah dirangkai oleh seorang penulis cerita
kali ini benar-benar tak masuk akal
nampaknya logika dan hati tak bisa lagi beririrng bersama
mungkin karna semua tak tentu adanya
ya seorang manusia kebanyakan seperti itu
logika........
hatiii...........
semuanya masih dengan hal itu
hal kadang ada pada jalan yang berbeda
kecuali dengan sebuah kata "Keikhlasan"
yups "Iklas"
tapi apa dapat itu terjadi?
sedangkan keikhlasan itu tak murah harganya
tak bisa di cari di toko, di pasar atau bahkan di tukang loak sekalipun
jelas tidakk ..
jelas itu perlu pengupayaan
perlu sebuah pemikiran
namun sedikit yang masih seperti itu
termasuk seorang ini
seorang yang masih saja terhanyut dalam arusnya perasaan hati
yang kian kini semakin tak tau arti......
Senin, 23 Januari 2012
yang seharusnya ku tinggalkan sejak dulu
kini mungkin hatiku merasa terdiam
tanpa semua yang dirasa dulu
seakan bumi pun ikut terdiam
dalam waktu yang sama
aku kadang merasa aneh dengan semua ini
dengan semua yang ada di hadapku
semua yang tak halal bagiku
selayaknya Tuhan dan hatiku yang tau tentang itu
aku terbisu dengan semuanya
meski itu adalah sesuatu yang kadang buatku bosan
tapi rasa dibalik dada ini
tak mampu jua beranjak pergi
aku muak sebenarnya
dan aku tak ingin Tuhan tau dan membenciku
tapi Tuhan sudah terlebih dahulu memandangku
semua yang kini kurasa, dia Tau
semua yang tak sepantasnya terfikir olehku.
aku takut kadang
semua ini menjadi kejenuhan untukku
aku takutTuhan lebih membenciku bila ku terus terdiam
dalam waktu itu
dalam waktu yang semestinya kutinggalkan sejak dulu...
tanpa semua yang dirasa dulu
seakan bumi pun ikut terdiam
dalam waktu yang sama
aku kadang merasa aneh dengan semua ini
dengan semua yang ada di hadapku
semua yang tak halal bagiku
selayaknya Tuhan dan hatiku yang tau tentang itu
aku terbisu dengan semuanya
meski itu adalah sesuatu yang kadang buatku bosan
tapi rasa dibalik dada ini
tak mampu jua beranjak pergi
aku muak sebenarnya
dan aku tak ingin Tuhan tau dan membenciku
tapi Tuhan sudah terlebih dahulu memandangku
semua yang kini kurasa, dia Tau
semua yang tak sepantasnya terfikir olehku.
aku takut kadang
semua ini menjadi kejenuhan untukku
aku takutTuhan lebih membenciku bila ku terus terdiam
dalam waktu itu
dalam waktu yang semestinya kutinggalkan sejak dulu...
Minggu, 08 Januari 2012
dan itu dulu
kini aku sedang merasa sendiri
dibawah tatapan langit yang semakin terlihat mendung
oleh awan hitam yang sepertinya tak ingin beranjak pergi
disini aku menatap langit seperti hari itu
ketka kamu dan aku berada di tempat itu
cahaya lampu yang hanya temani
dan tatapan indah itu yang selalu buatku tak pernah ingin pergi
meski kini terasa sepi..
dan tak ada wahai engkau yang seindah dulu
indah, dimana kau seperti gelap dulu namun tidak
seperti cerita dulu namun berbeda
indah, entah kini mungkin tidak
entah mungkin kini hanya suara
suara yang terngiang disaat dulu masih ada
indah, knp hanya sekejap engkau ada
dan biarkan luka terdiam lebih lama
indah, knp semuanya hanya cerita
disaat sepi aku rindu kamu wahai indah
indah seperti dulu
dulu..
dan itu dulu ..
indah,,,
dibawah tatapan langit yang semakin terlihat mendung
oleh awan hitam yang sepertinya tak ingin beranjak pergi
disini aku menatap langit seperti hari itu
ketka kamu dan aku berada di tempat itu
cahaya lampu yang hanya temani
dan tatapan indah itu yang selalu buatku tak pernah ingin pergi
meski kini terasa sepi..
dan tak ada wahai engkau yang seindah dulu
indah, dimana kau seperti gelap dulu namun tidak
seperti cerita dulu namun berbeda
indah, entah kini mungkin tidak
entah mungkin kini hanya suara
suara yang terngiang disaat dulu masih ada
indah, knp hanya sekejap engkau ada
dan biarkan luka terdiam lebih lama
indah, knp semuanya hanya cerita
disaat sepi aku rindu kamu wahai indah
indah seperti dulu
dulu..
dan itu dulu ..
indah,,,
Cinta Itu
di Dunia ini Allah berikan semua yang kita rasakan
dan itu kadang berubah-rubah
namun kadang semua jadi satu
termasuk cinta salah satunya
dan cinta itu untukku
cinta dimasa lalu
aku tak manaruh cinta itu diatas segalanya
tapi dalam hati ini cinta berpengaruh besar untukku
dalam segalanya aku rasakan cinta itu ada
meski harus tertahan
namun cinta itu masih ada
cinta itu masih kumilki
oh Allah, jika cinta itu bukan bagian dari ceritaku
maka biarlah itu hanya jadi kenangan indah untukku
karna memang semua itu adalah tak mungkin bagiku
oh Allah, cinta itu manis
namun juga pahit ketika harus kulupakan.
dan itu kadang berubah-rubah
namun kadang semua jadi satu
termasuk cinta salah satunya
dan cinta itu untukku
cinta dimasa lalu
aku tak manaruh cinta itu diatas segalanya
tapi dalam hati ini cinta berpengaruh besar untukku
dalam segalanya aku rasakan cinta itu ada
meski harus tertahan
namun cinta itu masih ada
cinta itu masih kumilki
oh Allah, jika cinta itu bukan bagian dari ceritaku
maka biarlah itu hanya jadi kenangan indah untukku
karna memang semua itu adalah tak mungkin bagiku
oh Allah, cinta itu manis
namun juga pahit ketika harus kulupakan.
Selasa, 03 Januari 2012
jagalah mereka untukku ...
ya Allah, lebih dekatkan aku padamu..,
demi orang tuaku bantulah aku agar mampu menebus semua kesalahanku,
demi mereka yang selalu menyayangiku.
demi mereka yang selalu ada dikala aku sendiri, meski kadang tak kusadari..
ya allah, tekadkan aku dengan semua jalan yang ada di hadapku,
jalan yang tlah kau bukakan untuk umatmu,
jalan yang hanya pada ridhomu ..
hanya engkau yang selalu ada ya Allah
dikala sepi menyerangku.
hanya engkau yang tak pernah lelah dengar keluh dan ceritaku ..
ya Allah jagalah mereka untukku ..
ridhoilah setiap langkahnya
berikanlah jalan bahagia untuk mereka ya Allah ...
amin...
demi orang tuaku bantulah aku agar mampu menebus semua kesalahanku,
demi mereka yang selalu menyayangiku.
demi mereka yang selalu ada dikala aku sendiri, meski kadang tak kusadari..
ya allah, tekadkan aku dengan semua jalan yang ada di hadapku,
jalan yang tlah kau bukakan untuk umatmu,
jalan yang hanya pada ridhomu ..
hanya engkau yang selalu ada ya Allah
dikala sepi menyerangku.
hanya engkau yang tak pernah lelah dengar keluh dan ceritaku ..
ya Allah jagalah mereka untukku ..
ridhoilah setiap langkahnya
berikanlah jalan bahagia untuk mereka ya Allah ...
amin...
Senin, 02 Januari 2012
dan itu Sama
akhirnya Manusia misterius itu harus pergi
manusia yang selalu dihati
yang tak pernah kumiliki sampai akhir nanti
akhirnya dengan tangan terangkat
kulapangkan dada
ku tabahkan rasa
dia manusia istimewa dalam cerita
seorang lelaki tampan yang sebenarnya memang sangat unik pribadinya
seorang laki-laki yang akhirnya harus berada di ujung sana
di ujung yang sangat berbeda
dan akhirnya jarak itu....
waktu itu...
harus tak sama..
hingga semuanya memang tak pernah akan sama
namun aku masih merasa dia yang paling istimewa
paling membuatku merasa bahagia
meski itu hanya sementara
dan itu dulu
dan meski perih kini yang terasa
tapi itu lebih dari semuanya
dari rasa yang pernah ada
aku tetap bahagia
wahai manusia dalam cerita
manusia dalam rasaku dulu
hingga kini dan itu sama..
manusia yang selalu dihati
yang tak pernah kumiliki sampai akhir nanti
akhirnya dengan tangan terangkat
kulapangkan dada
ku tabahkan rasa
dia manusia istimewa dalam cerita
seorang lelaki tampan yang sebenarnya memang sangat unik pribadinya
seorang laki-laki yang akhirnya harus berada di ujung sana
di ujung yang sangat berbeda
dan akhirnya jarak itu....
waktu itu...
harus tak sama..
hingga semuanya memang tak pernah akan sama
namun aku masih merasa dia yang paling istimewa
paling membuatku merasa bahagia
meski itu hanya sementara
dan itu dulu
dan meski perih kini yang terasa
tapi itu lebih dari semuanya
dari rasa yang pernah ada
aku tetap bahagia
wahai manusia dalam cerita
manusia dalam rasaku dulu
hingga kini dan itu sama..
Minggu, 01 Januari 2012
Lebih Istimewa
kadang ragu
kadang takut menyerangku
kadang semua terasa tak tentu
dengan ketidakpastian waktu yang masih berjalan
kurengkuhkan hatiku
meski berat
meski sangat sulit
langkah yang kian berat menyiratkan bertambahnya bebanku
tapi disaat semua itu
disela-sela semua keluhku
kau selipkan senyum itu
disela-sela beban itu
kau simpan secercah cahaya yang lbh indah
dan lebih istimewa..
trimakasih Ya Allah ..
:)
Langganan:
Postingan (Atom)